Senin, 08 Februari 2010

Teori Penetrasi Sosial

Bekerjanya Teori dalam Fenomena Kemasyarakatan
(Telaah Kasus Komunikasi Interpersonal Dalam Konteks Teori Penetrasi Sosial)
hasyim ali imran
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu dari sekian banyak ilmu sosial, maka ilmu komunikasi mengkhususkan kajiannya pada fenomena human communication. Fenomena tersebut, dalam telaah aspek ontologis pada filsafat ilmu komunikasi disebut sebagai obyek forma ilmu, yakni obyek formanya ilmu komunikasi.

Fenomena human communication sendiri menurut Littlejohn terjadi pada beberapa level (konteks). Konteks tersebut terdiri dari : (1) interpersonal, (2) group, (3) public or rhetoric, (4) organizational dan (5) mass. Interpersonal communication deals with communication between people, usually in face to face, private settings. Group communication relates to the interaction of people in small groups, ususally in decision-making settings. Group communication necessarily involves interpersonal interaction, and most of the theories of interpersonal communication apply also at the group level. Public communication, traditionally focuses on the public presentation of discourse. Organizational communication occurs in large cooperative networks and includes virtually all aspects of both interpersonal and group communication. It encompasses topics such as the structure and function of organizations, human relations, communication and the process of organizing and organizational culture. Mass communication deals with public communication, usually mediated. Many aspects of interpersonal, group, public and organizational communication are involved in the process of mass communication (Littlejohn, 2005 : 11).

Terhadap sejumlah konteks terjadinya fenomena human communication itu, menurut catatan Gayatri (2006) para akademisi komunikasi telah berhasil merumuskan ratusan teori komunikasi. Dari jumlah tersebut, maka rumusan teori lebih banyak berasal dari hasil studi terhadap fenomena human communication pada level mass, dengan mana satu di antaranya yang sangat populer yaitu agenda setting theory. Sementara yang paling sedikit yaitu rumusan teori dari hasil studi terhadap fenomena pada level interpersonal. Salah satu teori komunikasi yang tergolong sebagai teori yang berupaya menjelaskan fenomena human communication pada level interpersonal, yaitu teori penetrasi sosial atau Social Penetration Theory. Teori ini dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (Lihat, Griffin, 2003).

Tulisan ini sendiri akan mencoba meninjau Social Penetration Theory dimaksud dalam hubungannya dengan fenomena komunikasi antar manusia (human communication). Sesuai dengan salah satu ciri utama sebuah teori yang berfungsi sebagai penjelas fenomena sosial (baca=fenomena komunikasi interpersonal), maka tinjauan ini dimaksudkan sebagai upaya dalam menunjukkan relevansi penjelasan suatu teori dengan suatu fenomena sosial. Dalam upaya dimaksud, maka dalam pembahasannya dilakukan dengan mengemukakan konsep-konsep teoritik dalam Social Penetration Theory. Pengertian dari konsep-konsep teoritik dimaksud, selanjutnya akan dijadikan dasar untuk menganalisis contoh kasus komunikasi interpersonal dalam rangka mengetahui relevan tidaknya teori dimaksud dengan fenomena komunikasi yang dijelaskannya.

PEMBAHASAN
Beberapa Konsep Teoritik Dalam Teori Penetrasi Sosial
The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke tingkatan yang terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan penjelasan ini, maka teori penetrasi sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengenal satu sama lain melalui tahap pengungkapan informasi.

Perkembangan hubungan sebagaimana dimaksudkan tadi, oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor, berlangsung dalam empat tahap. Tahapan mana, perkembangan hubungan itu dianalogikannya dengan sebuah bawang merah yang memiliki lapisan-lapisan kulit. Dengan analogi tersebut, maka dijelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Ini pulalah apa yang dimaksudkan dengan penetrasi itu, yakni proses pengelupasan bagian-bagian informasi setiap individu dari suatu pasangan secara perlahan.

Pada lapisan pertama atau terluar kulit bawang (tahap pertama), maka informasinya bersifat superficial. Informasi yang demikian wujudnya antara lain seperti nama, alamat, umur, suku dan lain sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap mengalir saat kita berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini sendiri disebut dengan tahap orientasi.

Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua) disebut dengan tahap pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap ekspansi awal dari informasi dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut, di antara dua orang yang berkomunikasi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi makanan, musik, lagu, hobi, dan lain sejenisnya.

Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang informasi menyangkut pengalaman-pengalaman privacy masing-masing. Jadi, di sini masing-masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi, misalnya seperti kesediaan menceritakan tentang problem pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudah mulai berani “curhat”.

Tahap ke empat merupakan tahapan akhir atau lapisan inti, disebut juga dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk memprediksikan tindakan-tindakan dan respon mereka masing-masing dengan baik. Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi inti dari pribadi masing-masing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi terdalam.

Permasalahannya sekarang adalah, apakah proses penetrasi lewat interaksi yang terjadi pada suatu pasangan selalu terjadi dalam proses yang linier melalui empat tahapan itu? Menurut Altman dan Taylor, dengan mengacu pada teori pertukaran sosial dari John Thibaut dan Harold Kelley, itu tergantung pada setiap individu suatu pasangan dalam melihat untung ruginya hubungan yang mereka buat terhadap diri mereka masing-masing. Jika setiap individu menilai bahwa hubungan tersebut pada setiap tahapnya (tahap 1, 2 dan 3) bisa saling menguntungkan diri masing-masing, maka tahapan tersebut akan berlanjut hingga tahap empat. Namun bila yang terjadi sebaliknya, misalnya sejak tahap pertama menuju tahap kedua sudah dinilai telah terjadi penurunan keuntungan dan peningkatan kerugian, maka hubungan akan merenggang atau tahapan berikutnya tidak akan terjadi di antara sesama individu dalam suatu pasangan.

Lalu, apakah ukuran bagi setiap individu dalam suatu pasangan dalam menentukan dilanjutkan tidaknya tahapan-tahapan hubungan dalam suatu proses penetrasi sosial lewat interaksi? Menurut Altman dan Taylor, ada dua standar ukuran bagi keseimbangan antara cost and rewards. Pertama comparison level (CL): Ukurannya adalah kepuasan yang dicapai seseorang dalam hubungan yang dibuatnya. Kedua, comparison level of alternatives (CL alt). Ukuran yang digunakan adalah hasil terendah atau terburuk dalam konteks cost and reward yang sifatnya dapat ditolerir seseorang dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang dimiliki seseorang.

Dengan kata lain, ukuran pertama berarti, bahwa individu suatu pasangan akan terus melakukan hubungan sampai ke tahap inti bila ia menilai hubungan tersebut menguntungkannya. Sementara pada ukuran kedua, meskipun hubungan yang dibuat menurut ukuran cost and rewards kurang menguntungkan bagi individu dari suatu pasangan, namun karena mengingat pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap hubungan yang dibuat, maka hubungan tersebut akan tetap dilakukannya.

Contoh Kasus Komunikasi Interpersonal

Guna memudahkan pengertian bagaimana teori penetrasi sosial itu sesungguhnya, kiranya banyak cara dapat dilakukan. Salah satunya mungkin yang lebih tepat adalah dengan cara menunjukkan bagaimana teori dimaksud bekerja dalam dunia empiris. Atas keyakinan tersebut, dalam artikel ini karenanya penulis mencoba menyajikan sebuah contoh dialog yang terjadi pada suatu pasangan. Contohnya, sebagai berikut:


Latar Belakang Pasangan
:

Pria (Edi), fotografer sebuah majalah, sedang kesulitan mencari cover girl majalah dan sudah berulangkali dimarahi atasannya karena terlalu sering gagal menemukan cover girl yang diinginkan atasan. Suatu ketika memfoto close up seorang gadis yang dinilai atasan ideal menjadi cover girl (Dian) di atas bus. Dian, seorang gadis yang bekerja sebagai penjual tiket Trans Jakarta, yang setiap pulang menunggu bus di halte tertentu, halte yang sudah diketahui Edi. Suatu ketika, Edi menghampiri Dian yang duduk sendirian di halte. Percakapanpun terjadi:


Tahap Orientasi
:

“Boleh saya duduk, Mbak?”, tanya Edi. Dian mengangguk sambil terheran memandang dengan penuh tanya. Edipun duduk agak rapat di samping Dian, sementara Dian dengan sikap sopan agak merenggangkan jarak duduknya.
“Kenalkan, Mbak, saya Edi”, kata Edi sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
“Dian ….” kata Dian lirih sambil menyambut salaman namun tetap masih penuh dengan tanya. Edipun segera membuka amplop sembari menunjukkan isinya berupa foto Dian kepada Dian.
“Ini foto kamu, kan?” kata Edi basa-basi.
“Eh, koq, kamu punya …… ?” kata Dian dengan ekspresi wajah heran namun gembira. “Kamu sales, ya, ……. ?” Dian melanjutkan pertanyaannya.
“Bukan, saya seorang fotografer ……, kamu ingin saya jadikan cover girl pada majalah saya yang akan segera terbit, kamu mau, kan?” kata Edi sembari menyerahkan foto yang juga diterima Dian. Dian mengamati fotonya dengan ekspresi wajah gembira namun bingung, heran, dan seperti tidak percaya.
“Ya, sudah, begini saja. Ini kartu namaku, hubungi aku bila kamu berubah fikiran.” Kata Edi pada Dian sembari menyerahkan kartu dan menyilahkan foto untuk dibawa Dian pulang. Dianpun menerimanya dengan wajah masih terheran-heran namun berseri-seri.
”Ya, udah, ya, sampai ketemu…. “ kata Edi seraya beranjak meninggalkan Dian sambil terus menatap wajahnya dengan ekspresi penuh harap akan kesediaan Dian menjadi cover girl.


Tahap pertukaran afektif eksploratif
:

Keesokan harinya, saat Edi baru terbangun dari tidurnya, telepon berdering. Edi mengangkat dan dari seberang sana terdengar suara wanita.
“Halo…., Mas, ini Dian… !” Edi terdiam sejenak mendengarnya namun ekspresi wajahnya penuh dengan kegembiraan.
“Oh, ya, Dian,,,,,,, gimana …., jadi ?” Tanya Edi dengan wajah gembira karena cover girl-nya berhasil ditemui.
“Ya, jadi, Mas.., gimana, nih, selanjutnya?”Tanya Dian.
“Ya, udah, gini, aja. Kita ketemu sejam lagi di studio majalah X di Jalan Y, Ok? kata Edi.
“Ok, Mas, saya segera ke sana, ya !?” kata Dian yang setelah itu segera bergegas ke alamat yang ditentukan.

Pada tahap ini, di antara keduanya masing-masing merasa bahwa hubungan mereka sama-sama dinilai memberikan peningkatan keuntungan dan penurunan kerugian. Bagi Dian, peningkatan keuntungan berupa besarnya harapan menjadi seorang model terkenal. Sedang bagi Edi, yaitu berupa ditemukannya model ideal sebagaimana diinginkan atasannya di kantor.

Selanjutnya, di lokasi yang disepakati, proses pemotretan pun dilakukan. Selesai, lalu fotonya dijadikan cover girl majalah dan dicetak serta diedarkan. Dengan majalah itu, Edipun segera mendatangi Dian yang sedang tugas di loket penjualan tiket. Di loket Edi menunjukkan majalah kepada Dian.
“Mas…!!!??? Ucap Dian hampir tak terkontrol dengan situasi lingkungannya, ketika dia melihat wajahnya tercetak di majalah yang ditunjukkan Edi.
“Ya, selamat, ya…….” kata Edi sembari pamit untuk pergi.

Hubungan selanjutnya antara Edi dan Dian, jauh meningkat ke tahap yang lebih bersifat inti, personal. Suatu tahap yang disebut tahap pertukaran afektif. Dian jadi sering menelepon untuk membuat ”date” dan mengunjungi tempat kost Edi.

Dian yang merasa diperhatikan Edipun, jadi jatuh cinta pada Edi. Sebaliknya Edipun demikian, karena ia merasa bahwa Dian dalam memandang dirinya tidak sebatas hubungan eksplosif belaka, akan tetapi dinilainya sudah meningkat pada taraf hubungan romantika di antara mereka berdua. Hubungan intim yang demikian, dengan sendirinya membawa Dian dan Edi terperosok dalam tahap hubungan pertukaran yang stabil. Beberapa contoh kalimat dalam dialog Edi dan Dian pada pase yang demikian, diantaranya yaitu : ”Mas Edi ...., kemarin saya teleponi dari kantor berkali-kali, koq, nggak diangkat, sih ? Saya jadi, nggak enak kerja, kepikiran terus ...., ke mana, sih, Mas ?” ucap Dian suatu ketika di tempat kost Edi. ”Oh, ya, maaf, kemarin nggak sempat bilangin kamu dulu. Soalnya Bos ngasi tugas mendadak. Eh, ngomong-ngomong, tanggapan Ibumu soal hubungan kita gimana, Dian?”.

Melihat Hubungan Edi dan Dian melalui dialog di antara mereka kiranya mencerminkan sebuah proses penetrasi yang melewati empat tahap, dari lapisan paling luar sampai paling dalam. Proses penetrasi yang demikian terjadi karena: Pada tahap pertama proses penetrasi, antara Edi dan Dian masing-masing sudah memiliki bayangan kalau tahapan kedua dilanjutkan akan memberikan keuntungan pada diri masing-masing.

Bagi Edi keuntungan atau kepuasannya berada pada standard Comparison Level (CL), yakni berupa ditemuinya cover girl majalah yang ideal sesuai dengan tuntutan atasannya. Demikian halnya dengan Dian. Baginya, menjadi cover girl adalah sebagai pintu masuk bagi sebuah popularitas yang menjanjikan kekayaan.

Pemahaman yang sama di antara Dian dan Edi mengenai “keuntungan” yang mereka peroleh atas hubungan yang mereka perbuat, menyebabkan mereka sepakat untuk meningkatkan hubungan pada tahapan yang lebih tinggi, yakni : dari tahapan orientasi meningkat pada tahap pertukaran afektif eksploratif, pertukaran afektif dan berakhir pada pertukaran yang stabil sebagai lapisan paling inti dalam sebuah hubungan interpersonal. Suatu peningkatan hubungan yang dalam kaitan standar ukuran bagi keseimbangan antara cost and rewards sebagaimana dikatakan Altman dan Taylor sebelumnya, sesuai indikasi dalam komunikasi interpersonal yang dilakukan Edi dan Dian, tentu dibangun Edi dan Dian cenderung karena standar pertama, yakni comparison level (CL).

PENUTUP

Seperti telah dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, tinjauan ini dimaksudkan sebagai upaya dalam menunjukkan relevansi penjelasan suatu teori dengan suatu fenomena sosial. Dengan menggunakan konsep-konsep teoritik dalam Social Penetration Theory dari Altman dan Taylor sebagai patokan dalam mengevaluasi relevansi penjelasannya (explanation) dengan kasus komunikasi interpersonal antara Edi dan Dian sebagai contoh kasus fenomena komunikasi interpersonal, maka sesuai hasil telaah makalah ini memperlihatkan bahwa kasus komunikasi interpersonal yang dilakonkan oleh Edi dan Dian itu, secara relatif telah membuktikan bekerjanya penjelasan-penjelasan konsep teoritik yang terdapat dalam Social Penetration Theory yang dikemukakan Altman dan Taylor.

Mengambil manfaat dari hasil telaah makalah tersebut, maka dalam kehidupan sehari-hari, teori ini diantaranya dapat diimplementasikan ketika kita terlibat dalam suatu situasi komunikasi interpersonal dalam suatu komunitas yang bagi kita masih relatif baru. Dengan kata lain, yakni ketika kita berkomunikasi dengan orang-orang yang belum kita kenal, atau belum kenal dekat. Manfaat praktisnya, antara lain kita bisa dengan lebih bijak untuk menetapkan apakah kita akan melanjutkan hubungan dengan seseorang atau tidak. Kita juga bisa menjadikannya sebagai alat untuk mendeteksi mana orang yang bisa kita jadikan teman dekat, teman sejati, atau hanya sekadar teman just say hello.

Sumber Bacaan:

Griffin, EM, 2003, A First Look At Communication Theory, Fifth edition, New York, Mc Graw Hill.
Imran, Hasyim Ali, 2006, “Beberapa Aspek Penting Dalam Hubungan Antara Teori dan Metode Riset Komunikasi”, dalam Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Jakarta, Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah II, Vol. 10 (1),
Littlejohn, Stephen W, 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont, USA.
Gayatri, Gati, 2006, Catatan Perkuliahan “Teori dan Perspektif Komunikasi”, PPS Magister Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Doktor Moestopo (Beragama) Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar