Jumat, 30 Juli 2010

artikel tamu

IKLAN POLITIK

DALAM KAMPANYE CAPRES DI MEDIA VIRTUAL

Oleh : S. Arifianto*

Abstraksi

Tulisan ini berusaha untuk memahami makna iklan politik kampanye capres di media virtual. Dari kesimpulan analisis terdapat dua sudut pandang yang berbeda dalam memaknai iklan politik tersebut. Pertama keperkasaan hegemoni kekuasaan, yang direpresentasikan iklan politik dalam kampanye capres di media virtual merupakan upaya untuk “tujuan pencintraan” para kandidat presiden, mempertahankan popularitas kekuasaan.Kedua dari sisi masyarakat sebagai calon pemilih dirasakan adanya hegemoni politik kekuasaan untuk menjadikan masyarakat sebagai obyek kekuasaan. Seperti terlihat dalam disply iklan di berbagai media virtual tampak betapa lemahnya posisi masyarakat calon pemilih yang dijadikan obyek kekuasaan kandidat presiden dalam pilpres 2009..Tetapi paling tidak dari iklan tersebut masyarakat,bisa mendapat kan informasi politik,berupa pengetahuan awal tentang karakristik,jejak rekam para kandidat presiden secara interaktif melalui media virtual.

Kata kunci : Ikaln politik,media virtual,pengetahuan masyarakat

Pendahuluan

Mengamati iklan kampanye pemilu capres pada putaran pertama tahun 2009 banyak perubahan yang terjadi. Perubahan itu seiring dengan kemajuan teknologi informasi global dewasa ini. Perkembangan teknologi informasi global telah memaksa para kandidat capres dan tim suksesnya berfikir ulang mengatur strategi mana yang paling efektif. Pada tataran tersebut konsep iklan akan di lihat pada siapa yang akan di bidik menjadi sasarannya. Setelah sasaran yang akan di bidik sudah jelas, tahap berikutnya adalah pemilihan media. Ketika kita berbicara tentang pemilihan media sebagai ajang promosi atau iklan yang ada di benak pemasang iklan adalah jangkauan media yang bersangkutan. Tetapi juga bisa di lihat dari sisi karakteristik materi apa, dan kepada siapa sebuah iklan akan di sasar. Ketika yang kita bicarakan adalah iklan kampanye pemilu capres di media virtual, maka sasaran akhir dari iklan itu jelas para calon pemilih di masyarakat global.Dalam konteks pemilu capres di Indonesia 2009 ini adalah masyarakat yang tinggal di dalam negeri maupun di luar negeri. Konsumen iklan pemilu capres di media virtual tentu sungguh menarik. Karena konsumen dihadapkan untuk memilih pedang bermata dua. Artinya di satu sisi konsumen memperoleh informasi yang cukup imajinatif dari sebuah visi dan misi Capres yang di iklankan. Tetapi pada sisi yang lain masyarakat bisa terperosok ke arah pemaksaan, jika tidak mampu memahaminya dengan cermat visi dan misi tersebut. Dibalik itu,”informasi”juga telah bergeser menjadi kebutuhan pokok, khususnya bagi mereka yang menjadi komunitas dunia maya.

Siapa yang menguasai informasi ia akan menguasai dunia, khususnya dibidang politik dan ekonomi1 Dengan memahami makna iklan politik yang menyajikan program capres secara jelas dan transparan, konsumen bisa mendapatkan informasi serta dapat menentukan sikap untuk memilih dan memilah semua informasi yang terkait dengan visi dan misi capres. Secara histories masyarakat di Indonesia telah terbentuk sejak masuknya kebudayaan modern dimasa pemerintahan Kolonial. Budaya itu dipernalkan pada masyarakat pribumi sejak melalui konsep pendidikan modern di abad IXX. “Kondisi itu telah mengubah struktur sosial masyarakat (priyayi dan birokrat) dengan gaya hidup masyarakat belanda.

Secara bertahap mereka akhirnya telah terbiasa mengkonsumsi barang kebutuhan sehari seperti masyarakat Belanda, dan semakin meluas menjadi komunitas baru yang memiliki selera seperti masyarakat modern Eropa”2 Sifat konsumerisme itu sendiri muncul post colonial. Sifat konsumerisme itu tidak hanya terbatas di sektor ekonomi, tetapi juga merambah sektor sosial, budaya dan politik. Perilaku sosial masyarakat yang berkorelasi dengan emosional politik secara tidak sadar berpengaruh terhadap solidaritas pilihan individu pada capres yang mereka yakini. Terbangunnya komunitas masyarakat virtual terhadap capres tertentu pada dasarnya untuk menciptakan keterbukaan baru yang lebih pluralistik3 Dalam konteks ini komunitas masyarakat virtual pendukung capres merupakan partisipan yang memiliki ikatan emosional terhadap para capres pilihannya. Guna mempelajari perilaku dan ikatan emosional, gaya berpolitik komunitas masyarakat virtual tersebut bisa diadopsi dari teori intertemporal choice, yang memformulasikan kecenderungan komsumsi politik pendukung capres sekarang dengan konsumsi politik pendukung capres masa yang akan datang.4 Pada posisi ini masyarakat selalu ditempatkan pada konsumen (politik) sasaran pemasaran visi dan misi capres tertentu pada dunia virtual tersebut.

Dalam teori itu Danton (1992:12) menjelaskan bahwa konsumsi politik tidak sekedar untuk memenuhi tuntutan gaya hidup modern, tetapi dibalik itu lebih dititik beratkan untuk menaikkan gengsi sosial bagi komunitas masyarakat di lingkungannya. Fenomena seperti itu bukan suatu hal yang aneh pada saat kita dihadapkan pada kebebasan informasi di abad modern sekarang ini,Demikian juga munculnya pertumbuhan kreatif dunia periklanan ditengah kompetisi pasar menjadikan para creator iklan politik untuk berpikir ulang. Menjamurnya iklan politik pada saat musim kampanye pilpres 2009 di media virtual tersebut setidaknya bermakna memberikan alternatif informasi kepada calon pemilih yang tidak harus di batasi oleh ruang,.waktu dan geografis. Bahkan ia ingin membentuk image di benak calon pemilih capres tertentu. Pembentukan image ini sangat penting dan merupakan langkah strategis bagi tim sukses capres untuk memperluas jaringan calon pemilih sebanyak mungkin. Pembentukan citra (image) itu bermakna ketika calon pemilih telah berada di bilik suara. Mereka akan dengan mudah dapat mengambil keputusan untuk memilih capres, seperti yang telah melekat di benak mereka sebelumnya. Sebenarnya keputusan konstituen untuk menentukan pilihannya bukan semata-mata ditentukan oleh faktor sosial politik dan ekonomi. Tetapi juga adanya tekanan pengaruh kuatnya tekanan demokratisasi budaya politik yang bisa memberikan kelonggaran untuk menentukan pilihannya bagi setiap individu. Walaupun masyarakat memiliki organisasi politik beragam, ketika dibilik suara tidak ada organisasi politik manapun yang sanggup mengontrol dan mengarahkannya. Pilihan mereka adalah berdasarkan hati nurani yang terbentuk dari berbagai informasi dan pengetahuan dari hasil seleksi pengejawantahan para capres ketika kampanye di berbagai ruang dan media. Namun demikian dalam pandangan kognitif para calon pemilih itu ditempatkan sebagai pemecah masalah (problem solving) dimana masyarakat calon pemilih sering digambarkan sebagai individu yang bersifat pasif, tetapi dilain pihak ia aktif mencari informasi para kandidat capres yang akan di pilihnya. Membaca iklan di media virtual adalah untuk mendapatkan informasi, agar komunitas masyarakat virtual mempunyai pengetahuan alternatifl tentang visi,misi serta program-program capres. Dalam konteks inilah para creator iklan politik menempatkan negosiasi antara kepentingan kekuasaan dengan obyek yang akan dibidik dalam sebuah komunitas masyarakat tertentu.Tulisan ini merupakan gagasan penulis untuk mendiskusikan berbagai varian makna iklan kampanye pilpres 2009, di media virtual (media On-line).

Memahami Teks “Iklan Kampanye Pilpres di Media Virtual”

Untuk memahami makna iklan kampanye pilpres di media virtual sebagai data analisis ini tidak mudah. Karena di masing-masing jenis teks iklan mempunyai makna yang berbeda.Bisa jadi makna yang di maksudkan oleh kreator iklan,berbeda dengan penabsiran orang lain.Tetapi menurut hemat saya makna tidak serta merta berada dalam teks iklan itu sendirian. Pembacaan makna bukan seperti membuka kaleng yang kemudian dengan sendirinya akan memunculkan makna pesan yang terkandung di dalamnya. Makna dihasilkan dari interaksi antara teks dan khalayak.5 Ketika teks iklan kampanye pilpres diluncurkan di media virtual, sebenarnya telah terjadi kontak negosiasi antara calon pemilih di masyarakat virtual dengan produk yang di iklankan (visi,misi dan program capres) meski informasi tersebut belum cukup menyakinkannya.

Jadi pembacaan teks iklan kampanye pilpres seperti itu secara bersamaan akan menhasilkan makna terpilih (freffered meaning). Dalam kolaborasi ini di satu sisi pembaca iklan kampanye pilpres ditempatkan sebagai individu dalam sistem nilai yang sangat dominan. Tetapi pada sisi yang lain ia juga ditempatkan pada masyarakat konsumennya. Itulah cara bekerja sebuah ideology periklanan dimanapun ia berada. Dalam bekerjanya ideologi akan memberikan bentuk koherensi pada sikapnya, dalam konteks tersebut Maxs selalu menghubungkan ideologi dengan relasi sosial.6 Sedangkan fakta sosial yang menentukan ideologi adalah kelas dalam bentuk pembagian kerja. Karenanya dalam konsep tersebut kelas yang berkuasa menjaga dominasi terhadap kelas kerja, dan kelaslah yang berkuasa untuk mengontrol ideologi komunitas masyarakat virtual yang di sasar iklan tersebut.

Dalam konteks pembacaan “iklan kampanye pilpres di media virtual” ini kelas kekuasaan di representasikan dalam pesan komunikasi politik. Pesan komunikasi politik yang mengandung hegemoni kekuasaan itu di kemas melalui teks iklan yang berisi visi, misi, program dan ajakan untuk memilihnya. Pesan komunikasi politik para capres itu semua di tujukan kepada calon pemilih di komunitas masyarakat virtual. Di sini calon pemilih ditempatkan sebagai obyek untuk mendukung kolaborasi kekuasaan (capres dan segenap parpol koalisinya) dalam menjual programnya dengan memunculkan mood tertentu sebagai daya pikatnya. Mood yang dimunculkan dalam iklan kampanye pilpres tersebut berupa jargon-jargon politik. Misalnya:(ekonomi kerakyatan, menggratis kan pendidikan kaum duapa,subsidi para petani,pengentasan kemiskinan,pemberian kredit usaha kecil, pertumbuhan ekonomi dan lainnya).

Pada tataran ini para calon pemilih pasangan capres di hadapkan pada pembentukan citra melalui iklan. Mereka akan di giring untuk mengambil keputusan politik sesuai dengan platform masing-masing capres.Bagi mereka yang sejak awal sudah berafiliasi dengan parpol pengusung capres tertentu mungkin tidak ada masalah.Mereka tinggal memperdalam perkembangan informasi politik yang terjadi. Tetapi bagi mereka yang tidak bertautan dengan parpol pengusung capres masalahnya akan lain.Khususnya kelompok masyarakat yang masih mengambang yang jumlahnya 27 % (LP3ES, Jawa Pos,9/6/2009).Kelompok inilah yang oleh banyak pihak pilihannya ada ketergantungan dengan kualitas kampanye capres 2009 termasuk di media massa dan media virtual.Artinya mereka akan betul-betul melakukan seleksi secara alami dengan mempelajari apakah visi,misi dan program capres mempunyai korelasi yang cukup jelas dengan ideology yang mereka yakini. Apakah program yang di tawarkan dalam iklan memang bisa di implementasikan, untuk kemajuan bangsa dan masyarakat komunitasnya.Kemungkinan-kemungkinan seperti itu akan menjadi daya pikat bagi masa yang masih mengambang tersebut. Mereka yang tergabung dalam komunitas masyarakat global akan mencari informasi yang lebih mendalam tentang profil para capres melalui media virtual. Informasi seperti itu menjadi penting ketika mereka akan mengambil keputusan politik dalam pemilihan presiden yang di gelar tanggal 8 Juli 2009. Di bilik itulah semua pengetahuan dan aspirasi politik mereka implementasikan. Itu merupakan bagian dari hasil pencitraan melalui iklan dan perilaku lain yang bisa di tangkap oleh para calon pemilih di komunitas media virtual.

Tampilan iklan kampanye pemilu capres di semua media, tentu telah melalui sensor yang sangat ketat. Materi iklan yang ditampilkan harus mempunyai kekuatan untuk menyentuh di bawah alam sadar bagi calon pemilih. Pekerjaan itu tidak mudah, hanya para kreator iklan yang mengetahui tentang hal tersebut.Setiap iklan yang di tampilkan di media virtual pasti mempunyai target tertentu bagi pengiklan. Target itu adalah naiknya apresiasi masyarakat terhadap para kandidat capres.Dari sana tampak mana iklan yang sekedar bermakna propaganda, dan mana iklan yang mampu berkomunikasi dengan konstituennya. Elemen yang paling dominan dimunculkan dalam iklan kampanye pemilu capres 2009 ini adalah “jargon politik”. Karena jargon politik dianggap bisa membentuk citra (image) yang mudah di ingat oleh calon pemilih. Jargon politik bisa di gunakan sebagai martil untuk menggugah kesadaran politik masyarakat yang sudah mulai menurun. Sementara elemen teks iklan hanya sebagai bentuk penegasan dari sasaran pasar yang akan dibidik oleh capres tertentu. Misalnya dalam narasi iklan pasangan Mega-Prabowo mencitrakan capres “pro rakyat”. Pasangan Sby-Boediono menggunakan jargon politik,”lanjutkan”.Sedangkan pasangan Jk-Wiranto menggu nakan jargon,”lebih cepat lebih baik”.Semua jargon politik yang di populerkan iklan tersebut tujuannya hanyalah untuk membentuk citra politik di mata calon pemilihnya. Dengan jargon politik seperti itu masyarakat akan mudah mengingat calon pilihannya kelak di hari H pemilihan capres. Jargon politik itu juga bermakna menunjukkan motif kekuasaan seorang capres kepada masyarakat konstituennya. Wacana seperti itu dapat dibaca dari makna yang terkandung dalam visualisasi design iklan kampanye capres tersebut baik dalam bentuk gambar maupun narasi teks bahasa yang digunakannya. Dalam kajian pemahaman terhadap design iklan disamping faktor dasar yang menjadi arena kehidupan manusia7, juga memiliki keterkaitan dengan tumbuhnya budaya konsumen dan gaya hidup masyarakat. konsumsi secara artificial dimotivasi oleh iklan, yang akhirnya menumbuhkan budaya konsumerisme di masyarakat modern seperti sekarang ini.

Herbert Marcuse (1968) mengembangkan argumen tersebut untuk menunjukkan bahwa ideologi politik telah mendorong kebutuhan palsu, dan kebutuhan ini bekerja sebagai bentuk control sosial.8 Jadi pengiklan mendorong kebutuhan palsu pada calon pemilih untuk mengkonsumsi citra tertentu. Perilaku seperti itu erat kaitannya dengan budaya politik di berbagai kehidupan. Fenomena seperti ini juga menunjukkan berbagai varian penindasan hak berpolitik dalam bungkus partisipasi komunitas masyarakat virtual yang mengejar pertumbuhan meskipun muncul kesadaran semu sehingga penindasan kekuasaan itu memuaskan.9 Dengan demikian sebenarnya budaya politik yang didorong oleh maraknya kompetisi jargon politik dalam dunia periklanan itu tidak lebih dari sebuah kepalsuan realitas budaya politik di masyarakat. Namun demikian budaya politik semu seperti itu telah menjadi trens kehidupan politik bagi masyarakat modern abad ini. Tanpa sadar masyarakat terus berkompetisi untuk mendukung capres tertentu sebagai akibat dari motivasi kekuasaan melalui bujuk rayu promosi periklanan, atau pendekatan lainnya. Sejak berlangsungnya kampanye pemilu legislatif,Januari sampai menjelang pilihan presiden 2009 konstelasi iklan politik cenderung meningkat tajam di madia massa termasuk media virtual.Indikatornya total belanja iklan di media cetak dan televisi selama semester satu 2008 tumbuh sekitar 24 %.Data tersebut di kemukakan oleh Maika Randani (2008) Senior Manager Business Nielsen Media Research Indonesia. Survey yang mengambil sampel 93 Surat Kabar, dan 149 Majalah dan Tabloit, serta 19 stasiun televisi di Indonesia itu di lakukan pada semester pertama 2008 (Kompas, 12/8/2008).Melonjaknya iklan politik itu tidak sekedar memperkenalkan keberadaan parpol, tetapi juga sosok-sosok individu politikus tertentu.

Ketidak Berdayaan Masyarakat Calon Pemilih

Salah satu di antara perubahan sosial bidang teknologi informasi yang menyertai kemajuan ekonomi masyarakat Indonesia dalam satu dasa warsa terakhir ini adalah berkembangnya berbagai gaya hidup berkomunikasi dengan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sebagai fungsi diferensiasi sosial yang tercipta dari relasi konsumsi, hal tersebut tidak lagi sekedar berkaitan dengan nilai guna dalam upaya memenuhi fungsi kebutuhan komunikasi dan informasi, “tetapi sudah menjurus pada unsur simbolik untuk menandai kelas, status dan simbol sosial tertentu”.10 Di sini konsumsi politik bukan lagi ditempatkan sebagai alat komunikasi politik, tetapi merupakan identitas diri dari budaya politik seseorang di tengah-tengah masyarakat. Jadi yang dikonsumsi oleh para calon pemilih dalam iklan bukan lagi obyek, tetapi makna-makna sosial politik yang berada di balik iklan di media virtual itu.

Kecenderungan penggunaan iklan kampanye politik di media virtual dianggap bukan lagi sebagai pemenuhan sarana komunikasi politik belaka. Tetapi oleh para pemikir ilmu sosial dan budaya Eropa, disebut sebagai “budaya konsumerisme,politik”. Meski mungkin istilah yang sama digunakan ditempat lain mengandung makna yang berbeda. Jika merujuk pada perkembangan masyarakat kebudayaan postmodern tentu tidak dapat dipisahkan dari perkembangan konsumerisme politik dalam diskursus kapitalisme. Dalam hal ini terdapat relasi antara konsumsi politik dengan perangkat teknologi informasi dan komunikasi dengan praktik estetika postmodern. Artinya perkembangan komunitas masyarakat virtual pengguna perangkat teknologi informasi dan komunikasi seperti itu telah mempengaruhi cara pandang calon pemilih dengan estetika, bahasa teknologi pada komunitas masyarakat tertentu. Pengaruh itu muncul akibat dominasi hegemoni kekuasaan politik melalui capres di semua lini kehidupan. Misalnya jika awalnya aliran Marxis dan sosiologis berangkat dari konsep ideologi membatasi pemakaian ide yang diasosiasikan dengan, dan memelihara kekuatan, kelas dominant. Berbeda dengan argument Giddens11 bahwa ideologi harus dipahami dalam hal bagaimana struktur pemaknaan dimobilisasi untuk mengesahkan kepentingan kelompok hegemonis kekuasaan politik.

Artinya ideologi politik itu mengacu pada bagaimana makna digunakan untuk menjustifikasi kekuasaan yang mencakup banyak kelas. Althusser melihat ideologi sebagai sesuatu yang menjustifikasi tindakan semua kelompok masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Foucault (1980) bahwa kita semua termasuk dalam relasi kekuasaan. Maka dari itu sebenarnya iklan kampanye capres 2009 tidak sekedar ditujukan kepada calon pemilih di masyarakat, tetapi juga kepada siapa saja yang membaca teks iklan di media virtual itu. Siapa saja artinya bukan didominasi kelas, tetapi khalayak secara universal baik calon pemilih, atau yang bukan sebagai calon pemilih capres 2009 ini. Kekuasaan ekonomi politik para capres adalah untuk menanamkan imajinasi (imaginary inculcate) di benak masyarakat agar suatu ketika nanti orang mengambil keputusan politik untuk memilih capres yang pertama kali yang ada di benak mereka adalah capres pilihannya yang “diterakan iklan politik di media” bukan capres lain. Inilah makna hegemoni politik kekuasaan dalam konteks iklan capres di media virtual dewasa ini.

Iklan Politik & Peradapan Modern

Tentu tidak ada yang salah jika para kandidat presiden beramai-ramai mencitrakan dirinya memasang iklan di media, termasuk media internet. Citra diri identik dengan identitas diri,untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas calon konstituennya dalam pemilu,baik legislatif, maupun presiden. Dengan beriklan public bisa mengenalnya sehingga mereka bisa menjadi popular. Derajad popularitas seseorang ditentukan oleh satu jawaban,”ya saya tahu tokoh politik itu”. Jawaban itulah yang dikehendaki lembaga survey, atau riset ketika masyarakat ditanyai tentang tokoh politikus tertentu. Ketika banyak masyarakat yang tahu sosok capres melalui iklan baik di media massa maupun media virtual dapat diasumsikan bahwa tokoh yang bersangkutan “popular” karena banyak masyarakat yang mengenalnya. Namun bagi sosok capres popular saja tentu belum cukup, seorang capres perlu elektabilitas. Jadi popularitas tentu tidak identik dengan elektabilitas. Artinya sosok capres memasang iklan saja tidak cukup, ia perlu dukungan dan respon masyarakat sebagai bentuk legitimasi. Respon yang datang dari masyarakat Indonesia yang majemuk itu jelas beragam. Respon yang terpotret dari visualisasi media menunjukkan pertanyaan yang sangat kritis sampai dengan yang bersifat sangat pribadi.

Di tengah perekonomian yang belum sembuh dari badai krisis global, dan dilihat dari latar belakang profil masing-masing capres, maka public bertanya berapa besar dan dari mana sumber pendanaan iklan masing-masing capres itu? Dalam tataran normative sebagian pertanyaan itu sudah dijawab oleh masing-masing capres di hadapan KPU. Tetapi dalam logika ekonomi, masih banyak kejanggalan dari jawaban mereka yang bersifat normative tersebut. Kita semua paham bahwa domokrasi itu mahal, namun demokrasi itu sendiri memerlukan transparansi. Kondisi psikologi public dan sosio cultural masyarakat masih belum menemukan jawaban yang sesungguhnya dari para kandidat presiden selama ini. Artinya public baru menerima “janji-janji politik saat membaca iklan politik di media massa dan media virtual.

Bahkan janji politik yang dikemas dalam komunikasi periklanan itu lebih bersifat hiperbolik dan kurang realistis.Iklan politik di media virtual maupun media lain bukanlah seperti “dewa penyelamat” yang bisa mengatasi semua persoalan bagi setiap capres kontestan pemilu. Popularitas,elektabilitas dan pencitraan sosok kandidat presiden dibangun dari kecintaannya kepada bangsa dan negaranya. Dilihat dari perspektif ilmu komunikasi pencitraan di media, meski diperlukan hanyalah bersifat temporer.Iklan politik di media hanyalah sekedar”artificial”atau kulit permukaannya saja. Ibaratnya iklan politik di media barulah sebatas pengenalan “lebel”nya saja. Karena masih bersifat artificial maka visi,misi dan program capres yang ditawarkan dalam iklan tentu belum tentu bersifat otentik. Pencitraan sosok kandidat presiden yang kita baca dalam iklan politik di media virtual dan media lainnya belum tentu melahirkan pemimpin yang sejatinya. Tetapi jika sosok capres pemasang iklan di media dikatakan bukan calon pemimpin yang otentik dan visioner juga tidak benar. Otentik tidaknya seorang kandidat presiden tidak bisa diukur dari beriklan di media atau tidak. Pencitraan iklan politik di media adalah salah satu “cara”, sedangkan otentisitas pemimpin adalah proses kepemimpinan. Seorang pemimpin yang dianggap otentik terlihat dari proses panjang (track record) yang telah mereka jalani. Masyarakat sekarang telah semakin cerdas dan kritis untuk membedakan mana capres yang otentik dan tidak otentik melalui pengamatan atas dasar rekam jejaknya dimasa lalu. Misalnya dalam peristiwa tertentu mereka berperan sebagai apa dan melakukan apa ketika itu.

Publik seharusnya sadar dalam melihat otentisitas capres secara utuh, bukan ketika mereka dicitrakan oleh sebuah iklan politik di media, saat kampanye pemilu presiden seperti sekarang ini. Masalahnya masyarakat sebagai calon pemilih capres cenderung lemah untuk memilih calon pemimpin yang otentik dan visioner tersebut. Masyarakat kita mudah pelupa, begitu disuguhi iklan dengan janji politik “pro rakyat, akan menurunkan harga sembako, akan memberikan subsidi pada petani,nelayan, akan memberikan kridit usaha kecil,memperhatikan nasib guru” dan lainnya, sudah goyah. Kelemahan lainnya masyarakat pemilih masih menggunakan logika primordialisme, sehingga mengenyampingkan konsep otentisitas.

Pada hal konsep primordial seperti ini akibatnya bisa sangat fatal, dan membahayakan kisi- kisi demokratisasi dimasa mendatang. Konsep primordial yang sering dianut masyarakat di daerah tertentu hanya dilandasi oleh fanatisme terhadap sosok tertentu. Fanatisme seperti itu bisa terbentuk karena adanya ikatan atau hubungan tertentu (suku,ras,adat,agama,organisasi, aliran,etnik, ideology,dan sejenisnya). Misalnya dalam pemeo (jawa) “pejah gesang ndherek penjenengan” (hidup dan mati ikut anda). Calon pemilih kelompok ini tidak akan terpengaruh berbagai slogan kampanye, dan teks iklan di media massa. Sebenarnya calon pemilih kelompok ini mempunyai kecerdasan dan cukup kritis tetapi tidak mempunyai kesanggupan untuk berpindah memilih capres yang lebih baik, dan visioner dari rekam jejak yang dimilikinya. Iklan politik di media tidak akan berpengaruh terhadap mereka. Idealnya untuk melakukan pendidikan politik yang demokratis semua pihak harus mau berubah. Perubahan politik adalah sangat dinamis,dan seharusnya diikuti konstituennya dalam kadar tertentu. Dengan berlangsungnya iklim politik yang berkualitas masyarakat akan menerima dampak positifnya. Dalam konteks ini bukan hanya sebatas hubungan kausalitas antara politisi dan calon pemilihnya, tetapi media ikut bertangguang jawab. Media berperan dan bertanggung jawab dalam proses pendidikan politik kepada masyarakat. Iklan politik dengan narasi dan teks yang bervariatif boleh ditayangkan di media mana saja. Tetapi media mempunyai tugas untuk mencerdaskan masyarakat, dalam mengawal pendidikan politik melalui institusinya.

Interpretasi Makna iklan Politik di Media virtual

Lima tahun terakhir pasca pemilu legislatif dan pemilu presiden 2004,perubahan politik yang terjadi di Indonesia telah membawa pengaruh yang signifikan pada praktik ber-ekspresi dan kebebasan memperoleh informasi politik.Menjamurnya industry media yang menawarkan keragaman informasi politik tentang (kampanye pilpres) menjadi penanda indicator tersebut.Keragaman informasi politik di saat berlangsungnya kampanye pilpres 2009, di media massa dan internet sangat menuntungkan public.Masyarakat sebagai calon pemilih ketiga kandidat pesiden bisa mendapatkan banyak informasi, dari yang bersifat tendensius,netral dan positif secara transparan. Dalam konteks ini media dapat di sebut sebagai”conciousnnes industries” di karenakan media di anggap membantu membangun cara berpikir, melihat, mendengar dan berbicara realitas social politik yang di hadapi public.

Teks dalam media massa dan virtual membentuk keragaman makna social,dalam upaya memaknai iklan politik di media virtual tersebut.Meski sebenarnya institusi media sendiri tidak bisa lepas dari pengaruh internal maupun eksternal.Pengaruh internal media dating dari hegemoni kekuasaan pemodal.Ia baik secara langsung maupun tidak langsung mengotrol ideology media yang bersangkutan.Dengan demikian sejujurnya teks media atau iklan politik pada media merupakan hasil konstruksi ideology media dimana iklan itu di muat atau di tayangkan. Pengaruh eksternal bisa datang dari luar media itu sendiri,misalnya tekanan organisasi social, atau di mungkinkan hasil konspirasi dengan kekuasaan. Meski tidak secara transparan konspirasi semacam ini bisa dengan mudah di rasakan. Menurut pandangan Grossberg et al (1998:7) media tidak dapat di pahami secara terpisah dari hubungan-hubungan aktif dimana mereka selalu terlibat. Artinya kita tidak dapat memahami media terlepas dari konteks, hubungan ekonomi, politik,sosial dan budaya.Kita tidak bisa memahami media lebih dahulu, kemudian baru kemudian memikirkan pengaruh media pada ekonomi, politik dan social budaya.Jadi pada waktu yang bersamaan orang tidak mungkin bisa memahami makna iklan politik di media, yang kemudian juga berharap memahami peran masing-masing media dalam merepresentasikan makna iklan politik yang bersangkutan. Maka makna representasi teks iklan politik (kampanye pilpres) cenderung berhubungan terbalik dengan konteks nya.Pada teks iklan politik kampanye pilpres 2009 di media virtual ini justru menjadi bahasan yang menarik.

Daya tarik itu di harapkan pertarungan kampanye politik ketiga pasangan kandidat presiden dalam pilpres 2009 bisa menjadi pendidikan politik bagi masyarakat.Sebagai kancah pendidikan politik, maka model kampanye, dan iklan politik di media harus di sajikan secara professional.Meski iklan kampanye politik bertujuan untuk pencintraan para pasangan kandidat presiden terhadap masyarakat, tetapi harus mengindahkan kode etik dan tata karma periklanan.Teks iklan kampanye politik di media virtual sudah selayaknya jauh dari makna fitnah, hasutan,tuduhan dan sejenis nya yang di tujukan pada lawan politiknya.Karena pada prinsipnya teks iklan kampanye politik untuk memberikan pemahaman kepada khalayak atas peran politik yang dimainkan para kandidat pasangan residen.

Peran itu tidak harus bertentangan dengan kultur politik yang telah mengakar di masyarakat local, sehingga iklan politik yang di sajikan di media mudah di tangkap maknanya. Iklan politik yang mudah di pahami, adalah “ iklan politik yang berawal dari teks ke kultur yang lebih luas, atau dari teks ke audiens (Cunningham & Turner,1997: 17).Pada kenyataannya iklan politik yang di sajikan di media lebih menonjolkan konsep figure, di banding program, visi dan misinya.Hal ini tidak banyak perkembangannya di banding pada pemilu 2004.Fakta tersebut di katkan dengan hasil penelitian Edy Susilo & Prayudi,(2006 :40), bahwa iklan-iklan politik lebih menonjolkan figure.Kampanye pilpres belum menunjukkan pembeljaran politik yang baik kepada masyarakat. Apa yang tersirat dalam pembacaan makna iklan kampanye politik dalam media virtual selama ini penonjolan “obyek figure capres memang tampak menonjol”. di banding dengan cawapresnya. Porsi Megawati,Susilo Bambang Yudhoyono, dan Yusuf Kalla,lebih di tonjolkan figurnya dalam iklan di berbagai media di banding sosok, Prabowo Subiyanto,Boediono dan Wiranto.Dari pembacaan teks iklan politik dalam kampanye pilpres ini tampak bahwa yang di pertarungkan media adalah para kandidat capres, bukan cawapresnya.Jika dibaca secara cermat, sesungguhnya dibalik teks iklan politik tersebut mengandung makna yang kontropersial.Makna teks iklan capres yang satu tampak mencari keunggulan di balik celah-celah politik lawannya, begitu sebaliknya.Hal itu tentunya di anggap wajar dalam kehidupan demokrasi, asal tetap mengindahkan tata karma periklanan, seperti yang telah di bahas sebelumnya. Berbeda pandapat, mengkritik justru menjadi metaphor komunikasi politik.Karena beriklan juga merupakan bagian dari seni politik, yang di sajikan dalam bentuk tekstual di media.

Penutup

Lepas dari dua persoalan tersebut,ideologi yang mungkin bisa ditanam oleh para capres peserta pemilu presiden 2009, bukanlah sekedar hegemoni kekuasaan dan ideology politiknya, tetapi lebih jauh dari pada itu sebagai pendidikan politik bagi masyarakat virtual. Konsep politik itu bukan datang dengan serta merta, tetapi mereka untuk menjadi penguasa tersebut telah melalui upaya perjuangan yang cukup keras. Penyampaian informasi politik melalui iklan media virtual setidaknya memberikan gambaran dan pengetahuan bagi kita untuk mengenal lebih jauh para kandidat presiden secara utuh. Maka apapun keputusan politik yang mereka ambil merupakan konsekuensi pilihan yang harus mereka jalankan. Pada dasarnya politik adalah kekuasaan, siapa yang memenangkan kekuasaan mereka yang akan tampil, sementara mereka yang kalah bertarung akan menjadi partnernya di parlemen. Semuanya adalah untuk memperjuangkan rakyat dan kemajuan seluruh Bangsa Indonesia. Perbedaan adalah bagian dari demokrasi yang perlu disikapi secara positif.

Daftar Rujukan

Agus Sudibyo,Ekonomi Politik Dunia Penyiaran,Penerbit,LKIS,Yogyakarta:

2004

A.Daton, Esay,Anderstanding Consumtion, Oxford University Press, New

York : 1992

Agus Sachari, Sosiologi Design, Penerbit, ITB Bandung,: Tahun 2002

Chris Barker,Cultural Studies, Teori dan Praktik, Terjemahan Nurhadi, Penerbit

Kreasi Wacana Yogyakarta, : 2005

Cunningham,Stuart & Graeme Tuner, The Media In Australia : Industries, Texts,

Audiences (2nd edition) Allen & Unwin,St Leonards,: NSW,1997

Grossberg,Lawrance,Ellen Wartella and Charles Whitney,Mediamaking:Mass Media in

A Popular Culture ,Sage Publications Inc ,California : 1998

Heru Nugroho, Pengantar, The Globalization of Nothing,(George Ritzer),

Penerbit, Universitas Admajaya,Yogyakarta,: 2006

John Fiske,Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling

Konprehensip, Penerbit Jalasutra Yogyakarta: 2006

John Storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Pengantar Konprehensip

Teori dan Metoda, Penerbit Jalasutra Yogyakarta,: 2007

Peter Lloyd Jones, Esay, Taste Today,the Role of Appreciation in

Consumerisme and Design, Pergamon Press, Oxsford :1991

Prayudi & Edy Susilo,Analisis Tekstual Pemberitaan Kampanye Capres Cawapres

Dalam Pemilu 2004 Pada Media Online Kompas Cyber

Media,Paradigma,Jurnal Masalah-Masalah Kebijakan Volume 10 Nomor 1,

Maret 2006, Penerbit,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,UPN

Yogyakarta,: 2006

Sartono Kartodihardjo, Perkembangan Peradapan Priyayi, Penerbit, Gadjah

Mada University Press : 1987

Yasraf Amir Piliang, Dunia Yang Dilipat,Tamasya Melampaui Batas Batas

Kebudayaan, Penerbit,Jalasutra, Yogyakarta,: 2006



* Pemerhati media, Peneliti Puslitbang Aptel SKDI, Badan Litbang SDM Depkominfo RI di Jakarta

1 Lihat tulisan Deddy N.Hidayat, dalam Agus Sudibyo,Ekonomi Politik Dunia Penyiaran, Penerbit LKIS Yogyakarta, 2004 halaman, 8.

2 Lihat Sartono Kartodihardjo, Perkembangan Peradapan Priyayi, Gadjah Mada University Press,1987 hal.4-10.

3 Tulisan, Peter Lloyd Jones,1991, Taste Today, the rule of Appreciation in Consumerisme and Design, Pergamon Press, Oxsford hal. 193.

4 Lihat A.Daton, 1992, Anderstanding Consumtion, Oxsford University Press,New York, page-12.

5 Lihat John Fiske, Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengentar Paling Konprehensip, Penerbit Jalasutra Yogyakarta, 2006 - 227

6 Ibid halaman , 229

7 Lihat Agus Sachari, Sosiologi Design, Penerbit ITB, Bandung 2002 hal.30

8 Pendapat Herbert Marcuse, Ibit halaman 145

9 Lihat tulisan,Heru Nugraha,Mengkonsumsi Kehampaan Di Era Global, Dalam The Globalization Of

Nothing,,George Ritzer,Penerbit, Universitas Admajaya Yogyakarta, 2006, halalman ,xxiv

10 Yasraf Amir Piliang, Dunia Yang Di Lipat, Tamasya Melampaui Batas Batas Kebudayaan, Penerbit, Jalasutra

Yogyakarta, 2006 hal, 179

11 Giddens (1979) dalam Chris Barker,Cultural Studies, Teori dan Pratik, Terjemahan Nurhadi, Penerbit Kreasi Wacana, Yogyakarta,2005,hal.65-66

RELATIONAL DIALECTIC

RELATIONAL DIALECTIC
Leslie Baxter dan Barbara Montgomery adalah figure utama di dalam perkumpulan sarjana komunikasi. Mereka tertarik pada kajian komunikasi dalam hubungan yang lebih intim. Baxter melihat tidak terdapat hukum yang dapat memprediksi ketertarikan interpersonal, dan tidak terdapat koefisien dari percekcokan atau perselisihan yang dapat menjelaskan konflik antar manusia tersebut. Baxter menemukan, malah orang cenderung menjadikan konflik dalam merespon semua gejolak yang mereka rasakan di dalam hubungan mereka.

Baxter and Montgomery masing-masing menganalisa ketegangan yang melekat di dalam hubungan romantika dan mulai menganalisa kontradiksi/pertentangan yang dihadapi oleh pasangan. Mereka mengarang buku yang saling berhubungan bersama-sama berdasarkan pada pemikiran bahwa sebuah hubungan diatur di dalam sebuah sistem yang dinamis yang memiliki kecenderungan bertentangan sebagaimana kecenderungan itu diperankan/dimainkan di dalam sebuah interaksi.

Kedua sarjana itu mengatakan bahwa hubungan romantika ini juga terjadi di antara teman dekat dan antar anggota keluarga. Apapun bentuk keintiman itu, dasar dan pemikiran Baxter dan Montgomery adalah bahwa hubungan personal merupakan proses perubahan yang terus menerus tanpa henti.

Relational Dialectics atau dialektika yang saling berhubungan, menyoroti ketegangan dan kekacauan sebuah ikatan personal. Film "Children of' a Lesser God" menggambarkan sebuah komunikasi yang intim setelah kemunculan Social Penetration. Theory yang mengkaji hubungan personal. Film ini melukiskan hubungan yang penuh konflik di antara seorang guru yang memiliki gangguan pendengaran dengan seorang wanita muda yang tuli sejak lahir. Hubungan percintaan mereka menyajikan contoh dari ketegangan yang dikaji oleh Baxter dan Montgomery di dalam penelitian kedua sarjana ini dalam hubungan romantika. Sarah, si gadis tuli berusia 25 tahun ini adalah murid yang berprestasi. Ia dapat berbicara dalam bahasa isyarat, sama cepatnya seperti orang-orang normal berbicara. Sarah dan sang guru, James, menciptakan ikatan yang intim di mana hubungan yang terjalin di antara keduanya nyaris tanpa ketegangan dan tekanan. Konflik dalam habungan ini mulai muncul ketika di dalam film itu disajikan kedua pasangan itu berkomunikasi dalam bahasa isyarat, Ketika itu James duduk di kursi berseberangan dengan Saran, kemudian Sarah membalasnya dengan berdiri dari kursi ia duduk. Waktu James berdiri, Sarah duduk kembali. Di sini1ah mulai terjadinya konflik dan pasangan itu mulai menunjukkan ketegangan terjadi di antara keduanya. James dan Sarah adalah pasangan yang berbeda dari pasangan-pasangan iain, namun ketegangan-ketegangan dalam sebuah relationship yang mereka hadapi sama halnya seperti yang dialami oleh pasangan-pasangan normal lainnya.

Pertentangan merupakan konsep utama dalam hubungan dialektik. Dalam cerita film di atas, James dan Sarah merasakan pertentangan dalam dua arah pada waktu yang bersamaan.
Dari sudut pandang hubungan dialektik, sebuah ikatan terjadi dalam kedua ketergantungan antara satu dengan yang 1ainnya. Satu tanpa yang lainnya akan mengurangi ikatan dalam hubungan tersebut.

Tiga Diaiektika Dalam Sebuah Hubungan
Sambil mendengarkan ratusan pria dan wanita membicarakan tentang hubungan mereka, Baxrer melihat setidaknya terdapat riga kontradiksi yang menentang kebijakan dari teori yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pengembangan sebuah hubungan. Menilik kembaii pendekatan fenomenal Roger, yang menganggap bahwa 'kedekatan' adalah merupakan idealnya sebuah hubungan, serta Teori Social Penetration Altman Taylor yang mengkaji ketransparanan dan keterbukaan diri pada sepasang kekasih atau sahabat. Baxter di sini menyimpulkan semua teori itu hanya1ah merupakan sebagian dari yang ingin ia sampaikan.

Banyak dari kita yang menyatukan pandangan lama bahwa kedekatan, kepastian, dan keterbukaan dalam hubungan yang kita jalin adalah merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif di dalam keluarga, pertemanan, dan percintaan dua orang lelaki dan wanita. Kita dihadapkan pada dilemma bahwa kita tidak dapat memilih hanya satu sisi ataupun sisi yang lainnya. lnilah ketiga batasan tinjauan dari pertentangan internal yang dibahas Baxter dan Montgomery:

1. Connectednes and Separateness (Keterhubungan dan Keterpisahan)
Baxter dan Montgomery memandang pertentangan di antara Connectedness dan Separateness sebagai urat nadi di dalam semua hubungan. Jika satu sisi memenangkan perang antara “aku" dan "kita" ini, hubungan itu akan hilang. Karena menurut mereka, tidak ada hubungan yang dapat bertahan kecuali kalau kelompok/orang yang menjalin hubungan itu mengorbankan beberapa otonomi/dominasi perorangan terhadap yang lain. Terlalu banyak azas-azas yang berlawanan maka akan menghancurkan hubungan karena identitas individual menjadi hilang. Dalam film Children of a Lesser God digambarkan James bertanya kepada Sarah mengapa Sarah menyukai pekerjaan mengepel lantai, ia pun menjawab bahwa pekerjaan itu membuatnya merasa sendirian dalam sepinya, dan ia menyukai itu! Kemandirian Sarah ini dipenuhi oleh ketakutan bahwa ia akan merasa disakiti. Waktu James menceritakan bahwa ia pemah disakiti oleh seorang wanita, Sarah langsung membantah bahwa tak boleh ada seorang pria pun yang bisa menyakiti hatinya. Da1am hubungan Sarah dan James ini mereka merasa bahwa untuk berhasil dalam hubungan mereka, tidak perlu ingin menyelami kesendirian pasangannya. Sarah tidak akan membiarkan James mengetahui dirinya dan memasuki kesendiriannya, dan meminta James untuk mengerti bahwa ia ingin menjadi dirinya sendiri. Dan Sarah juga tidak ingin membiarkan dirinya mengetahui James. Dengan begitu mereka akan menyatu.
2. Certainty and Uncertainty ( Kepastian dan Ketidakpastian )
Dalam film ini digambarkan Sarah masih tetap dalam kesendiriannya dan tidak ingin berusaha untuk berbicara. Dalam film ini James memohon kepada Sarah bahkan untuk menyebut nama James saja Sarah tidak ingin dipaksa. Seperti halnya orang-orang lain yang dalam hubungannya menginginkan kepastian dan sesuatu yang jeias dan dapat diprediksi, demikian halnya Sarah. Namun sebaliknya, James menginginkan sesuatu yang sifatnya kejutan dan hal-ha1 baru, rasa penasaran, hal-ha1 yang spontan, karena menurut James ha1-ha1 inilah yang membuatnya bergairah. Tanpa hal-hal tersebut, maka sebuah hubungan akan membosankan sampai akhimya mati.
3. Openness and Closedness (Keterbukaan dan Ketertutupan)
DaJam film ini James bertanya kepada Sarah "Apa yang kamu dengar dalam duniamu Sarah, apakah hanya kesepian dan kamu tidak mendengarkan apa-apa?" Sarah tetap dalam 'pengasingan'nya, bahkan ketika James bertanya kapan ia boleh memasuki dunia kesendirian Sarah yang sepi, jawabannya tetap Sarah menginginkan James menghargai kesendiriannya. Sarah adalah pribadi yang amat sangat tertutup. KaJau kita menilik kembaIi teori social penetration Irwin Altman, pada teon ini disimpulkan bahwa hubungan bermula dari pendekatan diri dan privasi. Baxter dan Montgomery mengambil pendekatan Altman dalam sebuah hubungan, yaitu bahwa hubungan itu bukan berjalan dalam garis lurus keintiman semata. Tetapi mereka melihat keberadaan dialektika “Openness dan Closedness” dalam tokoh yang diperankan Sarah menggambarkan kebebasan untuk memilih yang tidak bisa dirubah dalam diri Sarah.

Strategi berdamai dengan ketegangan dialektika yang dapat memungkinkan sebuah hubungan dapat bertahan, bahkan bergerak maju
1. Denial ( Penyangkalan )
Beberapa pasangan yang menghabiskan waktu mereka dalam kebersamaan seJama 24 jam nonstop dalam 1 hari, menganggap mereka benar-benar terbuka satu sama lain, dan dengan sangat percaya diri mereka mengatakan mereka tau apa yang akan dilakukan oleh pasangan mereka dalam situasi yang dihadapi apapun itu. Baxter menemukan bahwa sepasang kekasih dalam hubungan percintaan yang menggunakan prinsip Denial ini akan lebih sering merasa tidak puas dengan cara mereka mengatasi ketegangan di antara otonomi dan hubungan di antara mereka. Cara pertama ini dianggap tidak membantu jika kita ingin membangun sebuah hubungan jangka panjang yang berhasil.
2. Disorientation
Waktu Sarah dan James dihadapkan pada situasi di mana dunia percakapan mereka dalam diam dan sepi, James tidak menyukai keadaan itu dan la pun mencaci, sementara Sarah yang merasa terancam lari ketakutan.
3. Spiraling Alteration ( Perubahan yang Bergerak Naik )
Pada perubahan yang bergerak naik ini digambarkan usaha-usaha James untuk dapat berhubungan dengan Sarah. James berusaha untuk dekat, baik secara emosional maupun secara fisik meskipun diselingi dengan perdebatan yang hebat di antara keduanya. Setelah itu semua, sebuah siklus hubungan yang baru mulai tercipta di antara keduanya.
4. Segmentation ( Pembagian secara Bemas-ruas )
Dalam contoh ini, diceritakan Sarah sangat terbuka terhadap James mengenai masa lalunya dengan pria-pria sebelum James, dan juga hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah. Dalam sisi yang lain, alasan-alasan Sarah untuk menghindari percakapan adalah hal yang tabu untuk dibahas dalam relationship mereka. Sarah tidak ingin James mempertanyakan lagi mengapa ia menyukai dunianya dalam diam. Baxter dan Montgomery menegaskan bahwa dengan Denial dan Spiraling Alteration, Segmentation ini adalah cara yang khas di mana orang menyetujui atau sepakat dengan dialektika.
5. Balance ( Keseimbangan )
Merupakan pendekatan yang disepakati bersama oleh kedua pasangan. Pendekatan ini mengembangkan dialog yang terus menerus tanpa henti, karena disini pasangan melihat kedua dialek yang mereka gunakan adalah sama logisnya nntuk digunakan.
6. Integration ( Penyatuan/Penggabungan )
Pada penggabungan ini dikatakan bahwa pasangan dapat memberikan respon secara serempak atau bersama-sama. Montgomery mencoba mengumpamakan dengan mengutip kata-kata dari seorang pasangan yang berusaha menggabungkan kepastian dan ketidakpastian (Certainty dan Uncertainty). Pasangan itu mengatakan bahwa mereka memiliki kebiasaan di setiap Jumat malam mereka melakukan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan bersamasama, dan mereka sepakat untuk melakukan hal ini selama bertahun-tahun.
Menurut Baxter pasangan menikah ini harus dapat memahami pola hubungan yang mereka jalani dan menerimanya sebagai sesuatu yang unik karena mereka telah hidup bersama selama 40 tahun.
7. Recalibration
Dalam kisah film ini, James menggambarkan Sarah sebagai wanita yang keras kepala. Interpretasi James ini beranggapan bahwa Sarah hanyalah memandang kepada hubungan yang intim. Pada akhimya James harus melawan dan menentang 2 keinginan Sarah yaitu keintiman/kedekatan dan otonomi ketegangan itu pun terus berlanjut.
8. Reaffirmation (Penegasan, Penguatan/Penetapan Kemba1i)
Bahwa ketegangan dialektik di antara pasangan tidak akan pemah bisa dihindari. Daripada meratapi kenyataan yang pasti terjadi di dalam sebuah hubungan ini, pasangan-pasangan tertentu menganggap, menyetujui dan bahkan merayakan perbedaan-perbedaan yang kompleks di antara mereka karena bagi mereka hal-hal inilah yang memperkaya hubungan mereka. Menurut mereka, karena konflik dan masalal-masalah yang mereka hadapi itulah maka itu mereka menjadi lebih dekat. Kalau mereka tidak dekat secara emosional, mereka tidak akan menghadapi masalah (konflik tidak akan muncul).
Kesimpulannya, sebuah hubungan yang sehat membutuhkan Connectedness dan Separateness, Certainty dan Uncertainty, Closedness dan Openness.

Kritik: Apa yang akan kita lakukan manakala hubungan mengalami kekacauan ?
Banyak sarjana komunikasi menganggap teori Baxter dan Montgomery ini teori mengenai hubungan yang kacau. Mereka mempertanyakan apakah Relational Dialectics ini haruskah dipandang sepenuhnya sebagai sebuah teori. Dalam teori ini tidak terdapat keruwetan atau seluk beluk yang ingin diteliti sebagaimana umumnya sebuah teori haruslah terdapat struktur, prediksi, dan eksplanasi/penjelasan. Dalam teori Baxter dan Montgomery ini tidak terdapat hirarki atau tingkatan susunan teori secara luas ataupun proposisi/dalil yang sifatnya argumen yang dapat diuji kebenarannya. Teori ini dianggap tidak mewakili kesatuan dari pernyataan-peryataan dari beberapa prediksi yang umum. Mungkin kita semua akan kaget apabila mengetahui bahwa sebenamya Baxter dan Montgomery pun menyetujui akan hal ini. Kenyataannya, kalimat-kalimat kritik di atas merupakan pemyataan yang mereka buat! Mereka memberi contoh, separateness bukan hanya bertentangan dengan connectedness, tetapi juga dengan openness dan certainty. Menurut mereka, kesimpulan. dari relational dialectics adalah bahwa hidup di tengah-tengah pertentangan atau kontradiksi sebenarnya dapat menjadi menyenangkan. (Sumber : Leslie Baxter & Barbara Montgomery, ”Relational Dialectics”, dalam chapter 11 A First Look at Communication Theory, Fifth edition, EM Griffin, Mc Graw Hill, 2003).

Jumat, 23 Juli 2010

Abstrak lit representasi Civic journalism

REPRESENTASI CIVIC JOURNALISM DALAM MEDIA
Analisis Isi Terhadap Pemberitaan Anggota Dewan Pembaca Rakyat Merdeka (DPRM) dalam Rubrik Online Harian Rakyat Merdeka Periode Maret – Juni 2007

Djoko Waluyo; Parwoko; Hasyim Ali Imran

ABSTRACT
This research was facilitated by the audiences involvement phenomenon, in accordience with the activities of civic journalism in Rakyat Merdeka Newspaper through Opini Dewan Pembaca Rakyat Merdeka (DPRM ) Rubric. This research designed to answer "How the representation of civic journalism in the news DPRM members through the rubric Opini Dewan Pembaca Rakyat Merdeka (DPRM) online?" With content analysis research method to answer the problem. Coding reliability test carried out by using the formula of Holsti. Research results show that civic journalism practice is represent the journalists; who tend to be concentrated on five issues; with a sequence, where the concentration are focused on the issues: 1) Legal and Human Rights; 2) the issue of corruption and extortion; 3) Crime & follow crime; 4) Environment and Education; and 5) Transport/Transportation. Journalists also have a tendency to represent their statement through their news preaching in a way to use language that is sarcastic. A language that might be construed as representing an opposit attitudes from grassroots communities to the parties that are considered "powerful".

Keywords: Representation, civic journalism, media.

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelangi oleh fenomena fasilitasi khalayak dalam keterlibatannya dengan aktifitas civic journalism pada Harian Rakyat Merdeka melalui Rubrik Opini Dewan Pembaca Rakyat Merdeka (DPRM ). Penelitian dirancang untuk menjawab “Bagaimanakah representasi civic journalism dalam pemberitaan anggota DPRM Harian Rakyat Merdeka melalui rubrik online ?” Metode penelitian yang digunakan dalam upaya menjawab permasalahan riset ini yaitu content analysis. Uji keandalan koding dilaksanakan dengan menggunakan rumus Holsti. Temuan penelitian diantarnya menunjukkan bahwa paraktik civic journalism itu merepresentasikan para jurnalis yang cenderung lebih konsen terhadap lima isu saja, dengan mana secara berurutan konsentrasinya tertuju pada isu-isu : 1) Hukum dan HAM; 2) isu Korupsi & pungli; 3) Kriminal & tindak kejahatan;4) Lingkungan Hidup dan Pendidikan; dan 5) Transportasi/Perhubungan. Se.elain itu, para jurnalis juga memiliki kecenderungan untuk merepresentasikan statementnya melalui pemberitaan dengan cara menggunakan bahasa yang bersifat sarkastis. Sebuah bahasa yang kiranya dapat ditafsirkan sebagai merepresentasikan sikap-sikap perlawanan dari masyarakat grassroot terhadap pihak-pihak yang dianggap “berkuasa”.

Kata-kata kunci : Representasi, jurnalisme warga, media .

Literasi TIK Masyarakat Pedesaan

LITERASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
MASYARAKAT PEDESAAN
Hasyim Ali Imran

ABSTRACT
This research is motivated by the indication of low ICT literacy rural communities; which makes it difficult to be part of the information society. The research was designed to study the extent, to which ICT literacy levels in rural communities; and the factors which indicate influence ICT literacy levels in rural society. The experiment was conducted with survey method, in Tua Tunu rural communities (local government and Air Duren (Bangka regency), Bangka Belitung province. Findings indicate: (1) rural respondents generally have low levels of ICT literacy. Some of them have only a small concentration of high ICT literacy, (2) Among of few respondents, who have high levels of ICT literacy; their characteristics composed of members Xers and Millennial rural communities groups. From the analysis, it concluded that rural communities was not entirely belong to the community, that digital gap wide. However, the bulk of them tend difficult to be able to maximize the role of ICT; in the context of participation in rural communities as a community member information. There are indications that factors related characteristic age of group, type of work, level of education, involvement in a computer course; and cosmopolitanism, associated with higher levels of ICT literacy in rural communities. A kind of counseling as the best option for efforts related to ICT literacy materials is applied in the environment of rural communities to improve their ICT literacy levels.

Keywords : Literacy, Information and Communication Technology (ICT), rural communities.

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya indikasi rendahnya literasi TIK masyarakat pedesaan yang menjadikannya sulit untuk bisa menjadi bagian dari masyarakat informasi. Penelitian dirancang untuk mengetahui sejauh mana kadar literasi TIK masyarakat pedesaan dan faktor-faktor yang berindikasi mempengaruhi kadar literasi TIK masyarakat pedesaan. Penelitian dilaksanakan dengan metode survey responden di lingkungan masyarakat pedesaan Tua Tunu (Pemkot Pangkal Pinang dan Air Duren (Kabupaten Bangka) Provinsi Bangka Belitung. Temuan menunjukkan : (1) responden pedesaan umumnya memiliki kadar literasi TIK yang rendah. Sebagian kecil saja diantaranya yang memiliki kadar literasi TIK tinggi; (2) Di antara sebagian kecil responden yang memiliki kadar literasi TIK tinggi, karakteristik mereka terdiri dari anggota masyarakat pedesaan kelompok Xers dan Millenial. Dari hasil analisis, disimpulkan bahwa di lingkungan masyarakat pedesaan ternyata tidak seluruhnya tergolong pada masyarakat yang kesenjangan digitalnya lebar. Namun, bagian terbesar dari mereka cenderung menjadi sulit untuk bisa memaksimalkan peran TIK dalam konteks kepesertaan anggota masyarakat pedesaan sebagai masyarakat informasi. Ada indikasi bahwa faktor-faktor karakteristik menyangkut kelompok umur; jenis pekerjaan; tingkat pendidikan; keterlibatan dalam kursus komputer; dan kosmopolitanisme, berhubungan dengan kadar literasi TIK masyarakat pedesaan. Upaya-upaya sejenis penyuluhan menyangkut materi literasi TIK menjadi pilihan terbaik diterapkan di lingkungan masyarakat pedesaan guna meningkatkan kadar literasi TIK mereka.

Kata-kata kunci : Literasi, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), masyarakat pedesaan

Rabu, 07 Juli 2010

THE MEDIA EQUATION
By Reeves dan Naa
Dijabarkan : Hasyim Ali Imran

Teori yang dikemukakan oleh Reeves dan Naa ini mengasumsikan bahwa realitas yang disajikan televisi sebagai sama dengan realitas sosial atau realitas penonton. Dengan kata lain, ada persamaan antara realitas televisi dengan realitas penonton. Jadi konsep yang dijelaskan oleh teori ini adalah realitas, yakni antara yang ada di televise dengan yang ada pada penonton. Realitas sendiri maksudnya yaitu materi pesan yang disajikan dalam media televise dan realitas yang dialami oleh penonton. Dalam upaya membuktikan kebenaran teori ini, yakni apakah memang benar adanya kesamaan realitas antara televise dengan pemirsa, maka dalam operasionalisasinya lebih cenderung akan mengacu pada model teori transmisi atau dengan pola pikir deduktif yang positivistic.

Berdasarkan pengamatan terhadap pemirsa televise, fenomena adanya kesamaan realitas kerap dapat dilihat. Sebagai contoh : Ketika saya bertamu ke rumah tetangga, saya mendapatkan istri teman saya sedang menonton acara fear factor di RCTI. Acara yang sedang disajikan saat itu adalah salah satu peserta yang sedang memakan cacing. Istri teman saya yang menonton itu, menutup matanya dengan kedua telapak tangannya, sembari mengekpresikan responnya dengan suara “iiiiiiiiiiii……. jijikkkkk …….. !!!”. Beberapa detik setelah itu, dia bersuara lagi “Ueekkkkk …. “. Bersamaan dengan suara ini diapun bergegas ke kamar mandi. Respon istri teman saya ini kiranya jelas menjadi bukti kalau dalam proses komunikasi melalui media tv saat itu telah melahirkan salah satu indikasi bahwa antara penonton tv dengan media tv terdapat kesamaan tentang realitas.

Contoh lainnya, yakni ketika di suatu malam di mana lampu-lampu sebagian besar sudah saya matikan, saya mendapatkan anak saya lari ketakutan dari kamar mandi menuju kamar tidur. Saya yang melihatnya berperilaku seperti itupun bertanya, “Kenapa, sih, lari-lari ?!!” Sambil tertawa kecil disertai ekspresi malu-malu, dia menjawab, “Takutt, Pa ….. “. “Gara-gara Kismis, itu aja yang kamu tonton …. !!!” kata saya yang sebelumnya memang melihat anak saya dengan tekun mengikuti acara Kismis di RCTI. Jadi, perilaku anak saya ini mencerminkan adanya indikasi persamaan antara realitas penonton dengan realitas tv. Apa yang barusan ditonton anak saya di Kismis RCTI itu, yakni cerita tentang hantu-hantu, dianggap hantu-hantu itupun sebagai sesuatu yang real di dalam rumahnya dan karena itu membuatnya jadi takut yang diindikasikan dengan perilaku “lari-lari”.
=
AKTIFITAS KOMUNIKASI
DAN SITUS JEJARING SOSIAL
Hasyim Ali Imran

Pendahuluan
Aktifitas komunikasi yang banyak dilakukan oleh sejumlah anggota masyarakat melalui medium internet belakangan ini, sesungguhnya merupakan suatu realitas yang sebenarnya jauh-jauh hari sudah diramal oleh McLuhan. Ramalannya sendiri mengatakan bahwa perubahan budaya dalam kehidupan manusia itu ditentukan oleh teknologi . Sebagai representasi dari realitas kebenaran prediksi McLuhan, maka dalam konteks keterkaitan antara teknologi dan budaya, aktifitas komunikasi yang berlangsung melalui medium internet tadi, karenanya menjadi wujud fenomena komunikasi yang mencirikan perubahan budaya komunikasi dalam periode electronic age. Dalam periode ini sendiri, seperti digambarkan jauh sebelumnya oleh McLuhan, yakni sebelum meninggal pada 1980, semua orang akan menjadi anggota dusun global tunggal. Media elektronik membuat semua orang dapat bersentuhan dengan siapa saja dan di mana saja dengan sekejab.

Melalui medium internet , dari waktu ke waktu hingga dalam kenyataan terkini, sejalan dengan perkembangan teknologi media konvergensi , maka berdasarkan fenomenanya memang tampak semakin memperjelas wujud dari apa yang diramalkan McLuhan itu. Hal ini sendiri dimungkinkan sehubungan dengan perkembangan pesat teknologi media konvergen tadi, menjadikan internet dapat menyediakan berbagai macam bentuk layanannya yang nota bene semakin memudahkan orang dalam melakukan aktifitas komunikasi dan informasi. Terkait dengan fenomena kemudahan aktifitas komunikasi melalui medium internet dengan berbagai bentuk layanannya itu, tulisan ini secara khusus akan mencoba menelaah lebih jauh terhadap fenomena aktifitas komunikasi yang berlangsung melalui situs jejaring sosial. Pembahasannya akan menyangkut dua hal, pertama difokuskan terhadap permasalahan eksistensi situs jejaring sosial di internet. Kedua, difokuskan pada persoalan fenomena penggunaan internet di lingkungan Komunitas Situs Jejaring Sosial. Dengan bahasan terhadap kedua permasalahan tersebut, hasilnya diharapkan dapat menjadi pelebar cakrawala tentang fenomena komunikasi yang berlangsung melalui internet pada umumnya dan melalui situs jejaring sosial pada khususnya.

Situs Aplikasi Jejaring Sosial
Salah satu di antara sejumlah bentuk layanan yang tersedia di internet, yang mana belakangan ini cenderung sangat banyak digunakan oleh anggota masyarakat untuk melakukan aktifitas komunikasi, yaitu layanan berbentuk aplikasi jejaring sosial (social network service). Terhadap fenomena tersebut, hal itu sebenarnya memang dimungkinkan sehubungan suatu situs social network service yang ada di internet memang difokuskan pada upaya pembangunan masyarakat online dari orang-orang yang hendak berbagi pengalaman-pengalaman menarik atau menyangkut aktifitas-aktifitas yang dilakukannya. Atau, fokusnya juga diarahkan pada pembangunan masyarakat online dari orang-orang yang tertarik dalam menjelajahi pengalaman-pengalaman menarik dan aktifitas dari orang-orang lain di dunia. Singkatnya aplikasi-aplikasi tersebut menyediakan jasa bagi orang-orang untuk bersosialisasi.

Interaksi di antara sesama anggota komunitas online sendiri, dengan berbasiskan web keberlangsungannya dapat melalui beragam cara. Cara-cara itu misalnya seperti chat, instant messaging, e-mail, video, chat suara, share file, blog, diskusi grup, dan lain-lain. Umumnya situs jejaring sosial memberikan layanan untuk membuat biodata dirinya. Pengguna dapat meng-upload foto dirinya dan dapat menjadi teman dengan pengguna lainnya. Beberapa jejaring sosial memiliki fitur tambahan seperti pembuatan grup untuk dapat saling sharing di dalamnya.

Hingga saat ini, berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah data, anggota masyarakat yang sudah tergabung menjadi anggota komunitas maya jumlahnya telah mencapai hampir satu miliaran lebih. Mengacu pada data Meta List buatan Judith Meskill pada 14 Pebruari 2005, anggota komunitas maya itu tergabung ke dalam 380 situs Social Networking yang dikelompokkannya menjadi sembilan (9) situs . Dari sejumlah situs dimaksud, maka berdasarkan catatan Wikipedia, hanya 155 situs web jejaring sosial saja yang umumnya aktif memfasilitasi anggota masyarakat untuk berinteraksi melalui dunia maya. Beberapa diantaranya yang banyak dijadikan anggota masyarakat untuk bergabung dengan komunitas online yaitu melalui situs MySpace dengan 261,422,883 pengguna terdaftar; Facebook 200,000,000 pengguna terdaftar; Habbo 117,000,000; Friendster 90,000,000; hi5 80,000,000; Flixster 63,000,000; Classmates.com 50,000,000; LinkedIn 42,000,000; Bebo 40,000,000; Adult FriendFinde 33,000,000; Last.fm 30,000,000; imeem 24,000,000; Mixi 20,936,509; LiveJournal 17,564,977; Geni.com 15,000,000 ; dan Multiply 10,000,000. Data lengkap mengenai hal ini disajikan dalam tabel berikut ini :

Daftar Situs web Jejaring Sosial Dunia
Name
Description/Focus
Registered users
Registration
Global Alexa[1] Page ranking

Adult FriendFinder
Adults Only Dating/Hook-up Network
33,000,000[2]
Open 64[3]

Advogato
Free and open source software developers
13,575[4]
Open 118,124[5]

Amie Street
Music Open 30,628[6]

ANobii
Books
Open 13,111[7]

aSmallWorld
European jet set and social elite
270,000[8]
Invite-only
11,655[9]

Athlinks
Running, Swimming 68,496[10]
Open 107,826[11]

Avatars United
Online games. Open 302,122[12]

Badoo
General, Popular in Europe c 35,000,000[13]
Open to people 18 and older 157[14]

Bahu
General, Popular in France, Belgium and elsewhere in Europe 1,000,000[15]
Open to people aged 13–25 19,738[16]

Bebo
General. 40,000,000[17]
Open to people 13 and older 148[18]

Bigadda
Indian Social Networking Site. 3,000,000[19]
Open to people 16 and older. 2,900[20]

Biip
Norwegian Community.
Requires Norwegian phone number. 16,645[21]

BlackPlanet
African-Americans 20,000,000[22]
Open 1,226[23]

Broadcaster.com
Video sharing and webcam chat 322,715[24]
Open
Buzznet
Music and pop-culture 10,000,000[25]
Open 498[26]

CafeMom
Mothers 1,250,000[27]
Open to moms and moms-to-be 3,090[28]

Cake Financial
Investing
Open
Care2
Green living and social activism
9,961,947[29]
Open
Classmates.com
School, college, work and the military 50,000,000[30]
Open 923[31]

Cloob
General. Popular in Iran.
Open
College Tonight
College students.
requires an e-mail address with an ".edu" ending
CouchSurfing
Worldwide network for making connections between travelers and the local communities they visit. 1,118,447[32]
Open
DeviantART
Art community 9,040,962[33]
Open 119[34]

Disaboom
People with disabilities. (Amputee, cerebral palsy, MS, and other disabilities.)
Open
dol2day
Politic community, Social network, Internet radio (German-speaking countries) 40,200[35]
Open
DontStayIn
Clubbing (primarily UK)
Open
Draugiem.lv
General (primarily LV, LT, HU) 2,400,000
Invitation only
Elftown
Community and wiki around Fantasy and sci-fi.
185,000[36]
Open, approval needed
Epernicus
For research scientists

Open
Eons.com
For baby boomers

Open to people 13 and older 13,675[37]

Experience Project
Life experiences
Open
Exploroo
Travel Social Networking. Open 257,000[38]

Facebook
General. 200,000,000[39]
Open to people 13 and older 4[40]

Faceparty
General. Popular UK. 200,000[41]
Invitation only to people 18 and older. 2,481[42]

Faces.com
British teens
Open to people 13 and older
Fetlife
People who are into BDSM 32,500[43]
Open to people "of [legal] age to see adult content" 54,198[44]

Filmaffinity
Movies and TV Series 250,000[45]
Open 4,082[46]

FledgeWing
Entrepreneural community targeted towards worldwide university students.
Open to university students
Flixster
Movies 63,000,000[47]
Open to people 13 and older 309[48]

Flickr
Photo sharing, commenting, photography related networking, worldwide
Open 37[49]

Fotolog
Photoblogging. Popular in South America and Spain. 20,000,000[50]
Open 57[51]

Friends Reunited
UK based. School, college, work, sport and streets 19,000,000[52]
Open 8,052[53]

Friendster
General. Popular in Southeast Asia. No longer popular in the western world.
90,000,000[54]
Open to people 16 and older. No children allowed. 64[55]

Frühstückstreff
General
Open
Fubar
dating, an "online bar" for 18 and older 1,200,000[56]
Open 2,609[57]

Gaia Online
Anime and games

Open to people 13 and older
GamerDNA
Computer and video games 310,000[58]
Open
Gather.com
Article, picture, and video sharing, as well as group discussions 465,000[59]
Open
Geni.com
Families, genealogy 15,000,000[60]
Open
Goodreads
Library cataloging, book lovers
Open 5,305[61]

Gossipreport.com
Anonymous gossip
Open to people 16 and older
Grono.net
Poland

Open
Habbo
General for teens. Over 31 communities worldwide. Chat Room and user profiles.
117,000,000[62][63][64]
Open to people 13 and older 4,050[65]

hi5
General. Popular in India,Portugal, Mongolia, Thailand, Romania, Jamaica, Central Africa and Latin America. Not popular in the USA.
80,000,000[66]
Open to people 13 and older. No children allowed. 27[67]

Hospitality Club
Hospitality 328,629[68]
Open
Hyves
General, Most popular in the Netherlands.
8,000,000[69]
Open 216[70]

imeem
Music, Video, Photos, Blogs 24,000,000[71]
Open 140[72]

Indaba Music
Online music collaboration, remix contests. Users in 175 countries. 125,000[73]
Open 62,781[74]

IRC-Galleria
Finland 505,000[75]
Open to Finnish speaking people 12 and older
italki.com
Language learning social network. 100+ languages. 450,000
Open. Global. 15,500[76]

InterNations
International community
Invite-only
30,147[77]

itsmy
Mobile community worldwide, blogging, friends, personal TV-shows 2,500,000[78]

iWiW
Hungary
4,000,000[79]
Invite-only

Jaiku
General. Owned by Google.

Now available to all.
Jammer Direct
Creative resource website
Open to the General Public
kaioo
General, nonprofit 30,000[80]

Kaixin001
General. In Simplified Chinese; caters for mainland China users
Open to the General Public
Kiwibox
General. For the users, by the users, a social network that is more than a community. 2,400,000[81]
Open to people 13 and older. 22,693[82]

Last.fm
Music 30,000,000[83]
Open to people 13 and older 262[84]

LibraryThing
Book lovers 400,000[85]
Open to people 13 and older
lifeknot
Shared interests, hobbies
Open to people 18 and older.
LinkedIn
General but mainly business 42,000,000[86]
Open to people 18 and older. 192[87]

LiveJournal
Blogging 17,564,977[88]
Open (OpenID)
56[89]

Livemocha
Online language learning - dynamic online courses in 22 languages - world’s largest community of native language speakers. 3,000,000[90]
Open 5,505[91]

LunarStorm
Sweden [92]
Open
MEETin
General
Open
Meetup.com
General. Used to plan offline meetings for people interested in various activities.
Open to people 18 and older.
Meettheboss
Business and Finance community, worldwide. Open
Mixi
Japan
20,936,509[93]
Invite-only
64[94]

mobikade
mobile community, UK only
Open to people 18 and older
MocoSpace
mobile community, worldwide 3,000,000[95]
Open to people 14 and older
MOG
Music
Open to people 14 and older
Multiply
"Real world" relationships. Popular in Asia. Not popular in the western world.
10,000,000[96]
Open to people 13 and older. No children allowed. 150[97]

Muxlim
Muslim portal site 50,000[98]
Open to people 13 and older 94,338[99]

MyAnimeList
Anime themed social community 160,000[100]
Open to people 13 and older 4,500[101]

MyChurch
Christian Churches 144,295[102]
Open 33,621[103]

MyHeritage
family-oriented social network service 30,000,000 [104]
Open 4,735[105]

MyLife.com
Locating friends and family, keeping in touch (formerly Reunion.com)
51,000,000[106]
Open 2,311[107]

MyLOL
General. Popular in the United States, Europe and Australia. 32,000[108]
Open to ages 13 and up. 253,145[109]

MySpace
General. 261,422,883[not in citation given][110]
Open to ages 13 and up. 11[84]

myYearbook
General 5,100,000[111]
Open to age 13 and up & Grades 9 and up 894[112]

Nasza-klasa.pl
School, college and friends. Popular in Poland. 12,000,000[113]
Open
Netlog
General. Popular in Europe and Québec province. Formerly known as Facebox and Redbox. 42,000,000[114]
[115]
Open to people 13 and older 102[116]

Nettby
Norwegian Community.
Open
Nexopia
Canada 1,400,000[117]
Open to people 14 and older 4,362[118]

Ning
Users create their own social websites and social networks
Open to people 13 and older 566

Odnoklassniki
General. Popular in Russia and former Soviet republics 37,000,000
Open 42[119]

OkCupid
Social networking and dating
Open to people 18 and older
One.lv / One.lt / One.ee
General (Popular in Baltics, mostly Russian speaking) 1,000,000
Open
OneClimate
Not for Profit Social networking and Climate Change

Open to People of all ages and locations
OneWorldTV
Not for Profit Video sharing and social networking aimed at people interested in social issues, development, environment, etc.
Open
Open Diary
First online blogging community, founded in 1998. 5,000,000[120]
Open to people 13 and older 25,713[121]

Orkut
Owned by Google. Popular in India and Brazil.
67,000,000[122]
Open to people 18 and older, (Google login)
112[123]

OUTeverywhere
Gay/LGBTQ Community

Open
Passportstamp
Travel
Open
Pingsta
Collaborative platform for the world's Internetwork Experts

Invite-only, only Internet Experts
Plaxo
Aggregator 15,000,000[124]
Open
Playahead
Swedish, Danish,Norwegian teenagers
Open
Playboy U
Online college community
Open to college students with .edu e-mail address
Plurk
Micro-blogging, RSS, updates
Open 27,061[125]

Present.ly
Enterprise social networking and micro-blogging
Open
quarterlife
A social network for artists, filmmakers, musicians, and creative people
Open to people 14 and older
Ravelry
Knitting and crochet 331,000[126]
Invite-only while in beta

ResearchGATE
Social network for scientific researchers 30,000
Open
Reverbnation
Social network for musician and bands 25,000
Open to people 16 and older
Ryze
Business 500,000[127]
Open 20,162[128]

scispace.net
Collaborative network site for scientists
By invitation, but can request an invitation
Shelfari
Books
Open
Skyrock
Social Network in French-speaking world 22,000,000[129]
Open 41[130]

SocialGO
A social network builder that allows users to build their own online communities
Open to people 18 and older. 8,457[131]

SocialVibe
Social Network for Charity 435,000
Open
Sonico.com
General. Popular in Latin America and Spanish and Portuguese speaking regions. 17,000,000[132][133]
Open to people 13 and older. 297[134]

Soundpedia
Music Open 154,672[135]

Stickam
Live video streaming and chat. 2,000,000[136]
Open
StudiVZ
University students, mostly in the German-speaking countries. School students and those out of education sign up via its partner sites SchulerVZ and Meinvz. 8,000,000[137]
Open
Tagged.com
General 70,000,000[138]
Open 94[139]

Talkbiznow
Business networking Open 395,824[140]

Taltopia
Online artistic community
Open
TravBuddy.com
Travel
Open
Travellerspoint
Travel
Open
tribe.net
General
Open 3,517[141]

Trombi.com
French subsidiary of Classmates.com 4,400,000[142]

Tuenti.com
Spanish-based university and High School social network. Very Popular in Spain 4,500,000
Invite-only 587[143]

Tumblr
General. Micro-blogging, RSS
Open 587[144]

Twitter
General. Micro-blogging, RSS, updates 25,000,000[145]
Open 599[146]

V Kontakte
Russian social network. 37,140,000[147]
Open 29[148]

Vampirefreaks
Gothic and industrial subculture 1,931,049[149]
Open to users 13 and over
Viadeo
European Social Networking and Campus Networking in Seven Languages 6,000,000[150]
Open
Vox
Blogging
Open 1,549[151]

Wasabi
General
Open
WAYN
Travel and lifestyle 10,000,000[152]
Open to people 18 and older 823[153]

WebBiographies
Genealogy and biography

Open
Windows Live Spaces
Blogging (formerly MSN Spaces) 120,000,000[154]
Open 5[155]

Wis.dm
Questions and answers about anything and everything 50,000[156]
Open
WiserEarth
Online community space for the social justice and environmental movement[157]
25,800[158]
Open to people 18 and older 114,942[159]

Xanga
Blogs and "metro" areas 27,000,000[160]
Open 230[161]

Xiaonei
Significant site in China 15,000,000[162]
Open
XING
Business (primarily Europe (Germany, Austria, Switzerland) and China) 7,000,000[163]
Open 1,814[164]

Xt3
Catholic social networking, created after World Youth Day 2008 Open
Yammer
Social networking for office colleagues
Must have company email
Yelp, Inc.
Local Business Review and Talk
Open
Youmeo
UK Social Network (focus on data portability)
Open
Zoo.gr
Greek Web Meeting point 890,000[165]
Open 5,634[166]

Sumber : Wikipedia, 2009.

Popularitas situs-situs jejaring sosial di lingkungan pengguna internet, dengan pengecualian pada situs Facebook, pada umumnya juga menunjukkan adanya perbedaan dari segi komunitas menurut benua tempat pengguna menetap. Menurut catatan Wikipedia maka yang akrab di lingkungan pengguna Amerika Utara misalnya, yaitu situs-situs seperti MySpace, Twitter and LinkedIn. Sementara di Kanada komunitas maya banyak menggunakan Nexopia. Bebo, Hi5, MySpace, dol2day banyak digunakan di Germany. Tagged, XING; Badoo and Skyrock digunakan oleh komunitas di sebagian Eropa. Orkut and Hi5 ini terkenal di South America dan Central America. Sedang situs-situs seperti Friendster, Multiply, Orkut, Wretch, Xiaonei and Cyworld umumnya populer dilingkungan pengguna internet di Asia dan Kepulauan Pacific.

Fenomena Komunitas Situs Jejaring Sosial
Pada intinya aplikasi-aplikasi tersebut sebenarnya ditujukan untuk membangun komunitas online bagi orang-orang yang mempunyai interest atau aktivitas yang sama, atau untuk orang-orang yang tertarik guna mengetahui interest dan aktivitas orang lain (teman). Namun begitu, dengan adanya perbedaan popularitas sebuah situs jejaring sosial di lingkungan pengguna internet tadi, di sisi lain itu tentu dapat menjadi indikasi kalau sesungguhnya, kemudahan berkomunikasi yang difasilitasi oleh beragam situs jejaring sosial di internet ternyata tidak serta merta membuat setiap orang untuk mau mengadopsinya. Dengan kata lain, kemunculan perbedaan popularitas dari sejumlah situs jejaring sosial tadi setidaknya memberikan suatu indikasi bahwa para pengguna situs jejaring sosial itu memiliki karakteristiknya sendiri yang cenderung tidak homogen.

Heterogenitas itu sendiri memang dimungkinkan karena setiap orang memiliki pengalaman, motif dan sikap yang relatif berbeda dalam kaitan keterlibatannya dengan situs-situs jejaring sosial di internet. Seperti menyangkut pengalaman misalnya, seseorang belum menjadi terkoneksi dengan Hi5 mungkin karena belum pernah ada yang mengundangnya secara online. Atau, bisa jadi seseorang itu hanya baru sebatas pengguna yang belum memiliki akun di situs jejaring sosial manapun. Begitu juga dengan motif, seseorang yang banyak mendapat ajakan untuk bergabung dengan Facebook misalnya, maka tetap saja tidak akan pernah bergabung sehubungan dia memang tidak punya motif apa-apa terhadap situs Facebook.

Penjelasan lain terkait dengan fenomena pemanfaatan situs jejaring sosial (social networking site) sebagai sarana aktifitas komunikasi anggota masyarakat ini, juga dinyatakan ada kaitannya dengan perilaku pengguna. Disebutkan bahwa pengguna itu sering berusaha untuk mengumpulkan teman atau berusaha untuk menyambung teman sebanyak mungkin . Dengan demikian, sudah tidak aneh lagi kalau pengguna sering mendapat tawaran untuk menjadi teman dari orang lain yang mereka tidak kenal. Beberapa pengguna akan membuat profil tambahan yang menyamar identitas orang lain, seperti bintang film atau fiktif karakter.

Penelitian-penelitian menyangkut karakteristik maupun pola perilaku anggota komunitas maya yang terbentuk melalui jaringan situs jejaring sosial, berdasarkan pengamatan memang masih relatif sulit ditemukan. Namun, di antara penelitian yang berkaitan dengan komunitas jejaring sosial yang berhasil ditemukan, maka tersebutlah penelitian survey tentang eksistensi Facebook yang dilakukan oleh Ohio University. Hasilnya menyebutkan bahwa mahasiswa yang kerap menggunakan Facebook ternyata menjadi malas dan bodoh. Studi yang mengambil sampel 219 mahasiswa Ohio State University tersebut, juga menemukan bahwa semakin sering mahasiswa menggunakan Facebook, semakin sedikit waktu mahasiswa belajar dan semakin buruklah nilai-nilai mata pelajaran mahasiswa.

Di tengah miskinnya pelaksanaan riset mengenai komunitas situs jejaring sosial, yang nota bene menyebabkan keringnya informasi mengenai komunitas maya itu, namun informasi-informasi empirik yang disajikan melalui banyak media mengenai persoalan dimaksud, masih bisa dijumpai. Dari sejumlah opini yang kerap muncul seperti melalui medium internet, dari segi sikap pengguna misalnya, maka penyebab seseorang menjadi anggota komunitas suatu situs itu diantaranya disebutkan karena disebabkan alasan ikut-ikutan. Ketika media mengangkat fenomena ini, orang menjadi tertarik untuk mendapatkan manfaat dari Facebook , walaupun tidak sedikit yang hanya didorong oleh keinginan untuk ‘pernah’ dan tahu saja. Iseng dan biar gaul juga disebutkan sebagai alasan lain dari kepesertaan individu dalam komunitas online. Ada juga karena alasan untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan itu bisa untuk membangun network, mendapat informasi, mencari teman, ingin sharing, ingin dikenal orang, atau bahkan untuk mendukung pekerjaan. Namun demikian, terkait dengan motif ini, beberapa pihak sudah ada yang mencoba mengkonseptualisir fenomena motif penggunaan situs jejaring sosial itu. Menurut Peter Kollock (1999) misalnya, disebutkannya ada tiga motivasi yang mendorong individu itu untuk berkontribusi terhadap situs jejaring sosial, yaitu : Berharap Orang Lain Berbuat Yang Sama; Menambah Pengakuan; Rasa Mampu Berbuat Sesuatu. Motivasi ini kemudian dilengkapi oleh Mark Smith (1992) dengan menambahkan motif Rasa Berkomunitas.

Temuan lainnya menyangkut fenomena penggunaan situs jejaring sosial ini adalah berkaitan dengan iklim organisasi ditempat anggota komunitas maya bekerja. Dalam hubungan ini, berdasarkan pengamatan di lingkungan tempat bekerja, tidak sedikit pegawai yang mengalihkan masa-masa kerjanya untuk melakukan aktifitas komunikasi melalui situs jejaring sosial ini . Keadaan ini tentu menjadi negatif sifatnya bagi organisasi, diantaranya berakibat turunnya jumlah jam kerja efektif, turunnya konsentrasi kerja pegawai, dan lain sejenisnya seperti pemunculan potensi akselerasi perwujudan citra buruk organisasi. Bahkan, karena banyak pegawai yang ketika jam kerja membuka Facebook dan membuat kinerja mereka menurun, beberapa perusahaan akhirnya menutup akses situs jejaring sosial ini di area perkantorannya.

Opini lain yang dicetuskan sebagai reaksi terhadap aktifitas komunikasi yang berlangsung melalui situs Social Networking ini yaitu berupa pengharaman Forum Musyawwarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur terhadap penggunaan forum jejaring sosial, seperti, "friendster", "facebook", yang berlebihan. "Berlebihan itu antara lain jika penggunaannya menjurus pada perbuatan mesum, dan yang tidak bermanfaat, ...................penggunaan forum jejaring sosial, seperti, "friendster", "facebook", maupun media komunikasi lainnya, seperti "audio call", "video call", SMS, 3G yang diperbolehkan adalah yang membawa manfaat, seperti dagang, "khitbah" (lamaran), jual-beli, maupun dakwah.", kata Humas FMPP, Nabil Harun di Kediri Jawa Timur Jumat. Jadi, dengan mengacu pada sikap keras FMPP terhadap pengguna itu, kiranya ini juga menandakan bahwa di antara kalangan pengguna situs jejaring sosial itu, ada yang perilaku aktifitas komunikasinya sudah mencapai hingga kadar maniak. Meskipun demikian, tidak sedikit pula yang diketahui hanya sekedar ikut-ikutan belaka, sebagaimana sudah dibahas sebelumnya. Namun, dengan karakteristik pengguna yang dikotomistis ini, kiranya semakin menguatkan tanda bahwa karakteristik pengguna situs jejaring sosial itu , pada dasarnya memang cenderung tidak sama.

Penutup
Beberapa di antara situs web jejaring sosial yang banyak dijadikan anggota masyarakat untuk bergabung dengan komunitas online yaitu melalui situs MySpace dengan 261,422,883 pengguna terdaftar; Facebook 200,000,000 pengguna terdaftar; Habbo 117,000,000; Friendster 90,000,000; hi5 80,000,000; Flixster 63,000,000; Classmates.com 50,000,000; LinkedIn 42,000,000; Bebo 40,000,000; Adult FriendFinde 33,000,000; Last.fm 30,000,000; imeem 24,000,000; Mixi 20,936,509; LiveJournal 17,564,977; Geni.com 15,000,000 ; dan Multiply 10,000,000.

Popularitas situs-situs jejaring sosial di lingkungan pengguna internet, dengan pengecualian pada situs Facebook, umumnya juga menunjukkan adanya perbedaan dari segi komunitas menurut benua tempat pengguna menetap. Di lingkungan pengguna yang menetap di wilayah Amerika Utara, maka yang populer digunakan yaitu situs-situs seperti MySpace, Twitter and LinkedIn. Di Kanada, komunitas maya banyak menggunakan Nexopia. Bebo, Hi5, MySpace, dol2day banyak digunakan di German. Tagged, XING; Badoo and Skyrock digunakan oleh komunitas di sebagian Eropa. Orkut and Hi5 ini terkenal di wilayah South America dan Central America. Sedang situs-situs seperti Friendster, Multiply, Orkut, Wretch, Xiaonei and Cyworld umumnya populer dilingkungan pengguna internet di Asia dan Kepulauan Pacific.

Aplikasi jejaring sosial (social network service) atau situs jejaring sosial merupakan salah satu dari sejumlah bentuk layanan yang tersedia di internet yang belakangan ini sangat banyak digunakan anggota masyarakat untuk melakukan aktifitas komunikasi. Aktifitas komunikasi melalui situs jejaring sosial dapat melalui beragam cara, diantaranya yaitu melalui chat, instant messaging, e-mail, video, chat suara, share file, blog, diskusi grup.

Dalam pemanfaatannya, berdasarkan fenomenanya diketahui bahwa para pengguna situs jejaring sosial itu cenderung memiliki karakteristik yang tidak homogen. Heterogenitas itu dimungkinkan karena setiap orang memiliki pengalaman, motif dan sikap yang relatif berbeda dalam kaitan keterlibatannya dengan situs-situs jejaring sosial di internet. Motif mereka juga beragam dalam beraktifitas melalui situs jejaring sosial. Namun keragaman motif ini oleh sejumlah akademisi diredusir menjadi empat, yaitu : motif Berharap Orang Lain Berbuat Yang Sama; Menambah Pengakuan; Rasa Mampu Berbuat Sesuatu dan motif Rasa Berkomunitas.

Terkait dengan dampak sosial dari fenomena aktifitas komunikasi melalui situs jejaring sosial itu, maka berdasarkan temuan riset serta opini-opini yang mengemuka diantaranya diketahui bahwa aktifitas dimaksud cenderung dapat mengganggu iklim kerja dalam suatu organisasi. Di samping itu, juga dianggap dapat mengganggu daya intelekualita dan merusak kadar moralitas orang.
ooo
Daftar Pustaka
Buku :
Mc Luhan, Marshal, ”Technology Determinism”, In A First Look at Communication Theory, Fifth Edition, by EM Griffin, New York, McGraw Hill, 2003.
Tjiptono, Fandy dan Totok Budi Santoso, Strategi Riset Lewat Internet, Edisi 1 Cetakan 2, Yogyakarta, ANDI,2001.
Internet:
Forum Musyawwarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur, “Situs Jejaring Sosial Diharamkan jika Berlebihan”, dalam http://www.ict.pesantrenglobal.org/index.php?option=com_content&view=article&id=79:situs-jejaring-sosial-diharamkan-jika-berlebihan&catid=7:khabar&Itemid=34, sebagaimana dikutip dari KB Antara.
Judith Meskill, J., “The-Social-Networking-Services-Meta-List”,dalam http://socialsoftware.weblogsinc.com/2005/02/14/home-of-the-social-networking-services-meta-list/; 7 juli 09
Ridwann, M., Jejaring Sosial (Social Networking), dalam : http://www.ridwanforge.net/blog/jejaring-sosial-social-networking=
Wikipedia, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Online_social_networking
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_social_networking_websites
http://en.wikipedia.org/wiki/Internet_social_network
http://sharkofagus.com/2009/03/privasi-dalam-aplikasi-jejaring-sosial-berbasis-lokasi-1/7juli09
http://pantek.wordpress.com/2007/02/04/komunitas-maya/