Senin, 01 Februari 2010

DIALETIKA WACANA

Norman Fairclough *
Wacana dan Praktek-praktek Sosial

Critical Discourse Analysis (selanjutnya dapat disingkat CDA) didasarkan pada sebuah pandangan semiosis, sebagai elemen minimal dari semua materi dalam proses sosial (Williams 1977). Kita dapat melihat kehidupan sosial sebagai sebuah jaringan yang saling berhubungan dari praktek-praktek sosial yang beragam (ekonomi, politik, budaya, keluarga dll). Yang menjadi alasan adalah kenapa dititikberatkan dalam konsep 'praktek sosial'; bahwa hal tersebut memungkinkan terjadinya osilasi (percampuran) antara perspektif struktur sosial dan perspektif aksi sosial serta lembaga – kedua perspektif tersebut diperlukan dalam penelitian sosial dan analisa (Chouliaraki & Fairclough 1999). Dengan 'praktek sosial', dalam artian bentuk yang relatif stabil dalam kegiatan sosial (contoh mengajar di kelas, berita televisi, kegiatan makan keluarga, serta konsultasi medis). Setiap latihan adalah artikulasi dari berbagai unsur-unsur sosial, didalamnya terdapat konfigurasi yang relatif stabil, selalu didalamnya terbentuk wacana. Dapat dikatakan bahwa setiap praktek mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

Kegiatan-kegiatan
Subyek-subjek, dan hubungan-hubungan sosial mereka
Instrumen-instrumen
Objek-objek
Waktu dan tempat
Bentuk kesadaran
Nilai - nilai
Wacana

Elemen-elemen tersebut memiliki keterkaitan dialektika (Harvey 1996). Dalam artian, merupakan ‘unsur-unsur yang berbeda namun tidak terpisah’, ‘sepenuhnya terpisah’, serta ‘elemen-elemen yang sama’. Dalam susunannya, terdapat sebuah rasa; dimana masing-masing ‘menginternalisasi’ yang lain tanpa adanya suatu reduksi. Jadi misalkan hubungan-hubungan sosial, identitas-identitas sosial, nilai-nilai budaya dan kesadaran berada dalam bagian semiotika, namun tidak berarti bahwa kita kemudian berteori serta melakukan riset hubungan sosial dengan cara yang sama seperti pada saat melakukan penelitian bahasa dan teorinya – ‘mereka memiliki sifat yang berbeda, dan dengan meneliti meningkatkan disiplin ilmu yang berbeda pula’. (Walaupun mungkin dan diinginkan untuk bekerja lintas disiplin dalam sebuah transdisciplinary - lihat Fairclough 2000.)

CDA merupakan sebuah bentuk analisa hubungan-hubungan dialektis antara wacana (termasuk bahasa, terkait juga bentuk lain dari semiosis, misalnya bahasa tubuh atau citra visual) dan unsur-unsur lain dalam praktek-praktek sosial. Perhatian khusus (pendekatan yang dilakukan penulis) dengan perubahan-perubahan radikal yang terjadi dalam kehidupan sosial kontemporer, bagaimana figur-figur dalam wacana dalam proses-proses perubahan, serta perubahan-perubahan dalam hubungan antara semiosis dan elemen-elemen sosial lainnya dalam jaringan praktek-praktek. Kita tidak bisa mengambil sebuah peran dalam praktek-praktek wacana sosial begitu saja, karena hal tersebut harus dituangkan dalam bentuk sebuah analisa. Sebuah wacana ‘mungkin lebih, atau kurang penting’ serta ‘menonjol’ dalam satu set pelatihan atau praktek-praktek yang lain, dan dapat berubah dari waktu ke waktu dalam kepentingannya.

Figur wacana terbentuk dalam tiga cara secara luas dalam praktek-praktek sosial. Pertama, terbentuk sebagai bagian dalam praktek kegiatan sosial. Contohnya, sebagai bagian dari melakukan suatu pekerjaan (misalkan, menjadi pelayan toko) dengan menggunakan bahasa dengan cara tertentu; atau bagian dari pemerintahan suatu negara. Kedua, sebuah wacana dalam representasi. Aktor-aktor sosial dalam setiap praktek menghasilkan representasi praktek-praktek lainnya, serta (refleksif) representasi praktek mereka sendiri, dalam perjalanan aktivitas mereka dalam prakteknya. Mereka ter-'rekontekstual' dengan praktek-praktek lainnya (Bernstein 1990, Chouliaraki & Fairclough 1999) - menggabungkannya ke dalam praktek mereka sendiri, dan aktor-aktor sosial yang berbeda akan mewakili mereka secara berbeda, sesuai dengan bagaimana mereka diposisikan dalam praktek tersebut. Perwakilan merupakan proses praktek konstruksi sosial, termasuk didalamnya konstruksi refleksif diri - merepresentasikan sebuah masukkan dan bentuk praktek dan proses sosial. Dan ketiga, wacana figur-figur dalam cara-cara menjadi; dalam konstitusi identitas - misalnya identitas seorang pemimpin politik seperti Tony Blair di Inggris yang merupakan sebagian semiotic sebagai sebuah cara hidup seseorang.

Wacana sebagai bagian dari genre kegiatan sosial. Genre merupakan beragam cara untuk bertindak, menghasilkan kehidupan sosial, dalam modus semiotik. Contoh: dalam percakapan sehari-hari, rapat diberbagai jenis organisasi, politik dan bentuk-bentuk lain dari wawancara, serta ulasan-ulasan buku. Wacana dalam representasi dan wacana representasi diri terhadap praktek-praktek sosial (perhatikan perbedaan antara 'wacana' sebagai kata benda abstrak, dan 'wacana (s)' sebagai kata benda hitungan). Wacana merupakan beragam representasi kehidupan sosial yang diposisikan secara inheren – memposisikan secara berbeda aktor-aktor sosial yang 'melihat' dan mewakili kehidupan sosial dengan cara-cara yang berbeda; sebuah wacana yang berbeda. Sebagai contoh, kehidupan orang-orang miskin dan kurang beruntung direpresentasikan melalui wacana yang berbeda; baik itu praktek-praktek sosial di pemerintahan, politik, kedokteran, dan ilmu sosial; serta melalui wacana-wacana yang berbeda dalam setiap praktek-praktek yang disesuaikan dengan posisi yang berbeda pula dari aktor-aktor sosial. Akhirnya, wacana sebagai bagian dari cara-cara menciptakan gaya; misalnya manajer bisnis, atau pemimpin-pemimpin politik.

Jaringan praktek-praktek sosial dengan cara tertentu merupakan suatu tatanan sosial - misalnya, kemunculan neo-liberal dalam tatanan global merujuk keatas, atau di tingkat lokal, tatanan sosial dalam pendidikan dimasyarakat tertentu pada waktu tertentu. Wacana/semiotik aspek dari tatanan sosial adalah apa yang kita sebut sebagai ‘sebuah perintah dalam wacana’. Merupakan suatu cara dimana beragam genre, wacana serta gaya membentuk sebuah jaringan secara bersama-sama. Perintah dari wacana merupakan struktur sosial dalam perbedaan semiotik - hubungan sosial tertentu membentuk hubungan dengan cara yang berbeda untuk membuat makna, yakni wacana, genre dan gaya yang berbeda. Salah satu aspeknya, dalam hal ini adalah terbentuknya dominasi: beberapa cara untuk membuat makna yang dominan atau pokok pikiran utama dalam urutan tertentu sebuah wacana; yang lainnya adalah marjinal, atau oposisi, atau alternatif. Sebagai contoh, mungkin ada cara lain yang dominan, seperti konsultasi antara dokter dengan pasien di Inggris; namun, ada juga cara lainnya yang diadopsi atau dikembangkan menjadi sebuah bentuk yang lebih besar atau lebih sedikit bertentangan dengan cara-cara dominan. Cara yang dominan mungkin masih terdapat adanya jarak sosial antara dokter dengan pasien; dan otoritas dokter dalam hal cara proses interaksi; namun terdapat pula cara lain yang lebih 'demokratis', dimana dokter mengecilkan otoritas mereka. Konsep politik 'hegemoni' dapat sangat berguna jika digunakan dalam menganalisa wacana (Fairclough 1992, Laclau & Mouffe 1985) - penataan struktur sosial dalam perbedaan semiotik mungkin menjadi sebuah hegemonik; menjadi bagian yang legal dari akal sehat, yang mendukung hubungan dalam dominasi, namun hegemoni akan selalu ditentang ketingkatan yang lebih besar atau lebih kecil, dalam perjuangan hegemonis. Perintah dalam wacana bukanlah sebuah sistem yang kaku atau tertutup, namun lebih kepada suatu sistem yang terbuka; dimana diletakkan sebuah risiko, dengan apa yang terjadi, dalam interaksi sebenarnya.

Dialetika Wacana

Hubungan antara wacana dan unsur-unsur lainnya dalam praktek-praktek sosial merupakan bentuk hubungan dialektis - wacana internal dan diinternalisasi oleh unsur-unsur lain tanpa adanya elemen yang tereduksi satu sama lain. Berbeda, namun tidak terpisah. Jika kita berpikir tentang wacana dialektika dalam istilah sejarah, dalam hal proses-proses perubahan sosial; pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara-cara dan kondisi dimana proses internalisasi berlangsung. Dengan mengambil konsep 'pengetahuan ekonomi' dan 'pengetahuan masyarakat'. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kualitatif dalam ekonomi dan masyarakat; dalam hal ekonomi dan proses sosial sebagai pengetahuan yang digerakkan – konteks perubahan datang sebagai sebuah langkah yang semakin cepat; melalui proses generasi, sirkulasi, dan operasionalisasi pengetahuan dalam konteks ekonomi dan proses-proses sosial. Tentu saja pengetahuan (ilmu pengetahuan, teknologi) telah lama menjadi suatu faktor-faktor yang penting dalam ekonomi dan perubahan sosial; namun apa yang sedang ditunjuk adalah peningkatan dramatis dalam makna mereka. Relevansi dalam gagasan-gagasan ini adalah bahwa 'pengetahuan yang digerakkan' sebagai suatu jumlah 'wacana yang digerakkan': pengetahuan dihasilkan dan diedarkan sebagai bentuk wacana; serta proses dimana wacana menjadi bentuk operasional dalam ekonomi dan masyarakat sebagai bentuk dialektika wacana.

Wacana termasuk representasi tentang bagaimana bentuk hal-hal yang ada dan telah ada, serta ‘imaginaries’ – sebuah representasi tentang bagaimana hal-hal yang mungkin atau bisa atau seharusnya. Pengetahuan dalam ekonomi-pengetahuan dan masyarakat-pengetahuan adalah bentuk imaginaries dalam pengertian ini - proyeksi dari keadaan yang mungkin, sebuah 'kemungkinan dunia'. Dalam hal konsep praktek sosial, mereka membayangkan kemungkinan praktek-praktek sosial dan jaringan praktek-praktek sosial - mungkin sintesis dari kegiatan, pelajaran, hubungan sosial, instrumen-instrumen, objek-objek, ruang waktu (Harvey 1996), nilai-nilai, bentuk-bentuk kesadaran. Imaginaries ini dapat ditetapkan sebagai bentuk aktual (jaringan) praktek-praktek – bayangan kegiatan, subjek, hubungan sosial, dll. Termasuk didalamnya wacana kegiatan yang nyata – wacana ekonomi menjadi terwujud, sebagai contoh dalam instrumen produksi ekonomi, termasuk 'hardware' (pabrik, mesin, dll) dan 'perangkat lunak' (sistem manajemen, dll). Peraturan tersebut merupakan bagian dalam diri discoursal/semiotik yakni wacana ditetapkan sebagai genre. Dengan mempertimbangkan misalkan wacana-wacana manajemen baru dimana dibayangkan sebagai sistem manajemen 'pekerjaan tim', relatif tidak hierarki, jaringan, serta cara-cara pengelolaan organisasi. Menjadi berlaku menjadi wacana sebagai genre baru, misalnya genre untuk rapat dalam sebuah tim. Wacana khusus seperti peraturan yang tertanam di dalam peraturan; sebagai cara yang baru dalam bertindak dan berinteraksi dalam proses berproduksi, dan mungkin juga materi peraturan diruang-ruang yang baru (misalnya ruang seminar) untuk kegiatan tim.

Wacana sebagai imajiner, mungkin datang untuk ditanamkan sebagai suatu bentuk cara-cara baru ini, sebuah identitas baru. Ini adalah hal yang biasa, bahwa ekonomi baru dan formasi-formasi sosial tergantung pada subjek yang baru - misalnya, 'Taylorisme' sebagai sistem manajemen dan produksi tergantung pada perubahan dalam cara-cara, identitas para pekerja (Gramsci 1971). Proses 'mengubah subjek' dapat dianggap sebagai bentuk penanaman wacana baru - Taylorisme dapat menjadi contoh. Proses penanaman adalah sebuah permasalahan, jargon saat ini, orang datang dalam wacana 'tersendiri', memposisikan diri di dalamnya; bertindak, berpikir, berbicara dan melihat diri mereka sendiri dalam wacana baru. Penanaman merupakan sebuah proses yang kompleks, dan mungkin kurang aman dibandingkan peraturan yang diterapkan. Sebuah tahapan penanaman merupakan retoris terhadap penyebaran: orang dapat belajar wacana baru dan menggunakannya untuk mencapai tujuan tertentu, sementara pada saat yang bersamaan, kesadaran diri menjaga jarak hal tersebut. Salah satu misteri wacana dialektika adalah proses dimana, serta apa yang memulai retoris kesadaran diri menjadi 'kepemilikan' - bagaimana orang-orang diposisikan tidak sadar dalam wacana tersebut. Penanaman juga memiliki aspek material: wacana merupakan penanaman dialektik, tidak hanya dalam gaya, cara penggunaan bahasa, namun juga terwujud dalam tubuh, postur, gerak-gerik, cara bergerak, dan sebagainya.

Proses dialektika tidak berakhir dengan peraturan dan penanaman. Kehidupan sosial merupakan bentuk yang refleksif. Artinya, seseorang tidak hanya bertindak dan berinteraksi dalam praktek-praktek jaringan sosial, mereka juga menafsirkan dan mewakili diri mereka sendiri serta satu sama lain tentang apa yang mereka lakukan; dan interpretasi dan representasi ini kemudian membentuk dan membentuk kembali apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Lebih lanjut, jika kita berpikir secara terperinci mengenai praktek-praktek ekonomi dalam masyarakat kontemporer, kegiatan masyarakat secara terus-menerus ditafsirkan dan terwakili oleh orang lain, termasuk didalamnya berbagai kategori ahli (misalnya konsultan manajemen) dan akademik ilmuwan sosial (termasuk analis wacana). Jumlah ini merupakan cara-cara (antara) bertindak dan cara-cara menjadi (termasuk aspek wacana, genre, dan gaya) yang terwakili dalam wacana; yang dapat berkontribusi pada produksi imaginaries baru; dimana mungkin pada gilirannya akan tercipta menjadi suatu peraturan dan ditanamkan. Selanjutnya, sebuah dialektika yang mensyaratkan berbagai gerakan diseluruh elemen sosial; termasuk gerakan antara material dan non-material, dan gerakan-gerakan dalam wacana antara wacana, genre, serta gaya.

Tidak ada yang tak terelakkan tentang wacana dialektika, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebuah wacana yang baru dapat masuk ke dalam lembaga atau organisasi tanpa disadari (berlaku atau ditanamkan). Mungkin diberitahukan, namun tidak pernah sepenuhnya ditanamkan. Sebagai contoh, wacana manajerial cukup ekstensif telah ditetapkan di Universitas Inggris (misalnya sebagai staf penilaian prosedur, termasuk genre baru 'wawancara penilaian'), namun tak diragukan lagi tingkat yang ditanamkan sangat terbatas - sebagian besar akademisi tidak 'memiliki sendiri' wacana manajemen ini. Kita harus mempertimbangkan sebuah kemungkinan kondisi, serta kendala di atas; sebuah dialektika wacana dalam kasus-kasus tertentu. Hal ini memiliki pengaruh pada teori 'konstruksionisme sosial' (Sayer 2000). Ini merupakan hal yang wajar dalam ilmu sosial kontemporer bahwa entitas sosial (lembaga, organisasi, agen-agen sosial dll) atau telah terbentuk melalui proses-proses sosial; pengertian umum tentang proses-proses ini menyoroti efektifitas wacana, seperti yang telah dilakukan di atas, yakni entitas sosial dalam arti efek wacana tertentu. Konstruksionisme sosial menjadi sebuah masalah, dimana mengabaikan kekerasan relatif, entitas sosial yang permanen, serta penolakan terhadap perubahan. Bahkan wacana kuat seperti wacana manajemen baru dapat bertemu dengan tingkatan perlawanan; mengakibatkan wacana tersebut menjadi tidak berlaku atau tidak tertanam pada setiap tingkat. Dalam teori dialektika wacana dalam penelitian sosial, yang perlu diperhitungkan adalah, kasus per-kasus, dari kondisi seberapa besar resistensi entitas sosial terhadap wacana-wacana baru.

Sekarang saya akan melakukan pembahasan mengenai pandangan wacana dialektika yang berkaitan dengan bahasa dalam kapitalisme baru.

Kapitalisme Baru
Ringkasan berikut merupakan deskripsi kapitalisme baru, yang ditulis oleh Bob Jessop, diambil dari sebuah website yang didedikasikan untuk meneliti bahasa dalam kapitalisme baru (www.uoc.es / humfil / NLC / Inc-ENG / Inc-eng.html - lihat juga Jessop 2000).

"Modus produksi kapitalis secara historis bukan hanya karena krisis-kecenderungan, namun juga karena kemampuan secara berkala memperbaharui basis ekspansi ekonomi; dengan demikian, mengartikulasikan ulang dan mengulangi skala hubungan antara ekonomi, politik, dan sosial. Pembaruan ini terjadi pada saat ini, setelah krisis akumulasi pascaperang, didasarkan pada dominasi Fordism Atlantik. Kapitalisme ini sedang restrukturisasi dan diskala ulang didasarkan atas pentingnya teknologi baru, cara baru dalam koordinasi ekonomi, dan meningkatnya hubungan ekstra-ekonomi di bawah naungan logika akumulasi modal. Buzzwords dalam hal ini meliputi: ekonomi informasi, pengetahuan berbasis ekonomi, globalisasi, kebangkitan ekonomi regional, kewirausahaan kota, jaringan ekonomi, aliansi strategis, pemerintah tanpa pemerintahan, kapitalisme turbo, kompresi ruang-waktu, fleksibilitas, lingkup kerja, pembelajaran ekonomi, serta budaya perusahaan. Pemerintah dalam skala yang berbeda dan variasi kompleksitas politik, sekarang dianggap sebagai sebuah fakta kehidupan (walaupun sebuah 'fakta' yang dihasilkan sebagian didasarkan dari kesepakatan antar-pemerintah); bahwa semua harus tunduk pada logika munculnya pengetahuan ekonomi yang digerakkan secara global. Tanggapan munculnya logika kelembagaan dan variasi logika operasional secara dominan; jika tidak hegemonik, bentuk Anglophone di dunia adalah neo-liberalisme. Ini merupakan proyek politik untuk re-strukturisasi dan re-scaling hubungan sosial sesuai dengan tuntutan kapitalisme global yang tidak terkendali (Bourdieu, 1998). Dominasi perusahaan multinasional Amerika dan negara imperialis AS - didukung oleh keuangan internasional dan kepentingan industri di tempat lain serta didukung oleh negara Inggris - telah menempatkan neoliberalisme di puncak agenda global. Neo-liberalisme telah digunakan pada pasca-sosialis ekonomi (diduga) sebagai cara yang terbaik untuk mentransformasi kecepatan sistem, pembaruan ekonomi, dan re-integrasi ke dalam ekonomi global. Kenyataan ini telah dianut sebagian besar masyarakat Anglophone, untuk menggantikan diskredit ekonomi campuran, dan kesejahteraan universal negara rezim pascaperang; didasarkan pada kompromi yang dilembagakan, yakni antara modal dan tenaga kerja. Hal ini jelas tertuang dalam penyesuaian kebijakan neo-liberal, antara korporatis dan rezim étatiste Benua Eropa, Asia Timur, dan Amerika Latin. Dalam bentuk yang lain, hal tersebut telah diadopsi; pada kenyataannya terbentuk dalam teori demokratis sosial, maupun partai politik konservatif di seluruh dunia. Dengan tingkat pengecualian yang jarang namun penting; neo-liberalisme telah mendominasi panggung politik - telah mengakibatkan disorientasi dan melumpuhkan ekonomi, politik, serta kekuatan sosial yang berkomitmen sebagai alternatif yang radikal. Pada gilirannya, telah berkontribusi pada debat publik dan melemahkan demokrasi.

Didasarkan pada skala yang berbeda, dari kota besar dan kota kecil dalam skala regional dan nasional, melalui blok negara supranasional seperti Uni Eropa; telah tersisip ke dalam pengelolaan dan mempromosikan sisipan dari masing-masing ruang ekonomi ketatanan dunia baru yang muncul. Hal ini telah memperkuat ekonomi dan ekstra-tekanan ekonomi untuk merestrukturisasi dan men-skala ulang; dalam istilah yang diduga didikte oleh kekuatan-kekuatan impersonal pasar. Hal ini menyebabkan serangan radikal terhadap kesejahteraan sosial universal sebagai biaya produksi internasional dan pengurangan perlindungan terhadap kesejahteraan negara yang disediakan untuk orang yang melawan efek pasar. Hal ini juga menyebabkan peningkatan dalam pembagian antara yang kaya dan yang miskin; meningkatkan ketidakamanan dalam bidang ekonomi dan bahkan stres untuk kelas 'menengah baru', serta intensifikasi eksploitasi buruh. Penekanan yang tidak terkendali pada pertumbuhan juga menimbulkan ancaman terbesar terhadap lingkungan. Hal ini juga telah menghasilkan bentuk imperialisme baru, di mana lembaga-lembaga keuangan internasional di bawah pengawasan Amerika Serikat dan sekutunya yang kaya memaksakan restrukturisasi tanpa pandang bulu di negara-negara yang kurang beruntung, kadang-kadang dengan konsekuensi bencana (misalnya Rusia). Hal tersebut bukan hanya permasalahan dorongan untuk meningkatkan integrasi ekonomi internasional, melainkan hal ini merupakan suatu bentuk tertentu yang dipaksakan; konsekuensi tertentu (misalnya, dalam hal distribusi kekayaan yang tidak seimbang) yang sedang dilakukan untuk mengikuti.

Bahasa dalam Kapitalisme Baru
Saya telah kemukakan sebelumnya, bahwa ide kapitalisme baru 'berbasis pengetahuan' atau 'pengetahuan yang didorong' tatanan sosial-ekonomi yang menyiratkan bahwa hal itu juga merupakan 'wacana-yang digerakkan', menunjukkan bahwa bahasa mungkin memiliki peran yang lebih penting dalam perubahan sosial ekonomi kontemporer dari yang telah dimiliki di masa lalu. Jika memang benar demikian, analisis wacana memiliki kontribusi penting untuk membuat penelitian tentang transformasi kapitalisme. Pentingnya bahasa dalam transformasi ini belum diketahui oleh para peneliti sosial. Bourdieu & Wacquant (2001) misalkan menunjuk ke arah ‘new planetary vulgate’, yang dicirikan sebagai kosakata ('globalisasi', 'fleksibilitas', 'pemerintahan', 'ketenagakerjaan', 'pengecualian' dan sebagainya), yang 'diberkahi dengan kekuatan performatif untuk menjadi sebuah realitas; dijadikan sebuah klaim menggambarkan '. Yaitu, proyek politik neo-liberal untuk menghilangkan hambatan dalam tatanan ekonomi baru; sebuah wacana-yang digerakkan.

Namun juga menunjukkan pentingnya bahasa dalam transformasi sosio-ekonomi ini, Bourdieu & Wacquant dalam jurnalnya menunjukkan bahwa penelitian sosial membutuhkan kontribusi dari wacana analis. Tidaklah cukup untuk mencirikan ‘new planetary vulgate’ sebagai daftar kata-kata, kosa kata; kita memerlukan teks analisis dan interaksi-interaksi yang menunjukkan bagaimana efek yang Bourdieu & Wacquant identifikasikan sehingga terbawa ke permukaan (misalnya membuat kapitalisme baru transformasi sosio-ekonomi dan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam memfasilitasi mereka yang tampak tak terhindarkan; mewakili sebuah keinginan sebagai fakta-fakta, yang mewakili imajinasi kebijakan sebagai cara dunia sebenarnya). Bourdieu & Wacquant dalam efektifitas wacana neoliberal melebihi kapasitas metode penelitian sosiologis mereka.

Tetapi hal itu tidak hanya sebatas teks dan analisis interaksional; wacana analisis dapat membawa penelitian sosial ke dalam bentuk kapitalisme yang baru, yang juga merupakan teori dialektika wacana, (telah dijelaskan dalam sketsa di atas). Jika kita berpikir tentang restrukturisasi dan me-skala yang digambarkan Jessop, disebut sebagai perubahan dalam jaringan praktek-praktek sosial, mereka juga merestrukturisasi dan me-reskala sebuah wacana; restrukturisasi dan me-reskala dalam sebuah perintah wacana. Restrukturisasi dalam perintah wacana merupakan permasalahan hubungan pergeseran, perubahan dalam jaringan, antara unsur-unsur wacana yang berbeda (jaringan) praktek-praktek sosial. Contoh utama dikemukakan, yakni dimana sebuah wacana manajemen telah dijajah lembaga-lembaga dan organisasi masyarakat seperti perguruan tinggi - meskipun kita perlu menambahkan bahwa proses ini adalah penjajahan/perampasan dialektika, yaitu tidak hanya masalah masuknya wacana ke domain yang baru, namun cara-cara yang beragam yang diterima, disesuaikan, direkonstruksikan secara lokal berbeda, dan pada akhirnya tidak dapat diprediksi hasil dari proses ini. Perintah yang menskala ulang sebuah wacana adalah soal perubahan dalam jaringan dari unsur-unsur wacana praktek-praktek sosial pada berbagai organisasi sosial skala - global, regional, nasional dan lokal. Misalnya, meningkatkan permeabilitas dan mempercepat praktek-praktek sosial lokal (pemerintah daerah, industri skala kecil, media lokal) di negara-negara seluruh dunia sebagai wacana-wacana yang disebarluaskan secara global melalui organisasi seperti International Monetary Fund dan Bank Dunia. Jessop memasukkan transformasi kapitalisme ke dalam sebuah teori dialektika wacana teoritis yang memberikan kerangka kerja untuk meneliti penetrasi global kekuasaan ‘new planetary vulgate’ yang telah disinggung Bourdieu & Wacquant, serta batasan-batasannya.

Hal ini diperlukan untuk meneliti apa yang Bourdieu & Wacquant sebut sebagai 'kekuatan performatif ' dari ‘new planetary vulgate’, kekuatannya untuk 'membawa – ke dalam realitas tersebut digambarkan'. Bagaimana wacana ini datang untuk disahkan dengan cara bertindak dan berinteraksi (termasuk genre), dan ditanamkan menjadi cara-cara (termasuk gaya)? Dalam meneliti isu krusial ini memerlukan penyelidikan rinci organisasi dan perubahan kelembagaan atas dasar perbandingan, seperti studi yang dilakukan oleh Salskov-Iversen et al (2000) dari kontras penjajahan / perampasan yang baru 'manajemen publik' sebuah wacana oleh otoritas lokal di Britania dan Meksiko; bekerja dengan teori dialektika wacana dalam sketsa di atas. Lihat juga Iedema 1999.

Kesimpulan

Mari kita simpulkan argumentasinya. Pertama, bahasa memiliki makna kontemporer perubahan sosio-ekonomi yang mungkin secara kualitatif berbeda makna dalam transformasi sebelumnya. Kedua, meskipun hal ini telah diakui oleh para peneliti sosial, namun belum diteliti; karena penelitian mereka tidak dibekali dengan teori dan metode. Singkatnya, mereka membutuhkan analis wacana. Ketiga, jika para analis wacana membuat kontribusi ini, mereka tidak perlu menggunakan metode analisis teks (mungkin perlu pemikiran ulang yang radikal), namun juga teori dialektika wacana dalam sketsa di sini.



REFERENCES

Bernstein B., 1990, The Structuring of Pedagogic Discourse, Routledge, London.
Bourdieu P., 1998, “A reasoned utopia and economic fatalism”, New Left Review 227, pp. 25-30.
Bourdieu P. and L. Wacquant, 2001, “New liberal speak: notes on the new planetary vulgate”, Radical Philosophy 105, pp. 2-5.
Chouliaraki L., and N. Fairclough,1999, Discourse in Late Modernity. Edinburgh University Press, Edinburgh.
Fairclough N., 1992, Discourse and Social Change. Polity Press, Cambridge.
Fairclough N., 2000, “ Discourse, social theory and social research: the discourse of welfare reform”, Journal of Sociolinguistics 4, pp. 163-195
Gramsci A., 1971, Selections from the Prison Notebooks, Lawrence & Wishart, London
Harvey D., 1996, Justice, Nature and the Geography of Difference,Blackwell, Oxford.
Iedema R., 1999, “Formalizing organisational meaning”, Discourse and Society 10(1), pp. 49-65
Jessop R., 2000, “The crisis of the national spatio-temporal fix and the ecological dominance of globalising capitalism”, International Journal of Urban and Regional Research number and pages?
Laclau E. and C. Mouffe,1985, Hegemony and Socialist Strategy,Verso, London
Salskov-Iversen D., Hansen H. and S. Bislev, 2000, “Governmentality, globalization and local practice: transformations of a hegemonic discourse”, Alternatives 25, pp. 183-222.
Sayer A., 2000, Realism and Social Science, Sage, London.
Williams R., 1977, Marxism and Literature, Oxford
footnotes :
* Emeritus Professor, Lancaster University, UK. Diambil dari (http://www.ling.lancs.ac.uk/staff/norman/2001a.doc) dengan judul asli The Dialectics of Discourse. Dialihbahasakan oleh Ari Cahyo Nugroho, dan dimuat atas ijin penulisnya melalui e-mail Jumat 15 Januari 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar